Kamis 21 Jul 2016 17:44 WIB

Bekraf Sebut Pembuat Game Indonesia Diambil Negara Tetangga

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Penggemar game berburu pokemon di layar androidnya, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (15/7).
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Penggemar game berburu pokemon di layar androidnya, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sedang berupaya untuk membenahi regulasi pelaku usaha game di dalam negeri. Sebab, potensi pembuat game di Indonesia sangat besar namun belum memiliki infrastruktur publisher yang memadai.

"Kami bersama Asosiasi Game Indonesia sedang mencoba menata apa saja yang dibutuhkan untuk pengembangan game development di dalam negeri," ujar Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Badan Ekonomi Kreatif Endah W. Sulistianti kepada Republika.co.id, Kamis (21/7).

 

Endah menjelaskan, selama ini para pembuat game di Indonesia harus mendaftarkan game yang dibuat ke luar negeri. Oleh karena itu, tak heran jika banyak pembuat game Indonesia yang diambil negara-negara tetangga dan pajaknya tidak masuk ke Tanah Air. Padahal, keahlian para pembuat game Indonesia tidak kalah dengan negara lain.

Hal itu yang sedang coba dibenahi oleh Bekraf agar pembuat game mendapatkan insentif dan pajaknya dapat masuk ke Indonesia. Menurut Endah, para pembuat game biasanya menjual intelectual property kepada publisher dan game yang dimainkan merupakan hasil dari varian produknya.

"Sedang kami pikirkan apakah akan memperbaiki infrastrukturnya atau kalau publishernya nggak ada apakah harus bikin syarat bagi publisher asing. Karena, game Indonesia malah lebih terkenal di luar ketimbang di negeri sendiri," kata Endah.

Selain itu, Bekraf juga sudah menginisiasi program coding mom yakni memberikan pelatihan kepada ibu-ibu rumah tangga untuk membuat aplikasi sederhana. Program tersebut sudah berlangsung di beberapa kota dan animonya sangat besar. Para ibu-ibu rumah tangga tersebut sudah memiliki penghasilan sendiri karena jasa aplikasi mereka dipakai di Tokopedia dan Bukalapak. Aplikasi sederhana ini sebagian besar dibuat untuk keperluan berdagang.

Sementara itu, Direktur Pemberdayaan BKPM Usaha Pratito Soeharyo mengatakan, peminat investasi di bidang teknologi cukup besar terutama setelah era digital makin meningkat pesat. Daftar Negatif Investasi (DNI) sudah mengatur investasi berbasis teknologi tersebut, salah satunya yakni di bidang e-commerce.

Ke depan, untuk investasi di bidang teknologi pemerintah akan fokus ke e-commerce karena peminatnya sangat tinggi. Menurut Pratito, saat ini pemerintah sedang berkoordinasi untuk mengatur petunjuk teknis terkait investasi e-commerce.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement