REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan kekhawatiran terhadap potensi dana repatriasi dikuasai asing tidak perlu dirisaukan karena ada pengaturan untuk menahan dana tersebut di Tanah Air dalam kurun waktu tertentu.
"Kan ada aturannya, dana itu harus di-lock up minimal tiga tahun," kata Wapres Kalla di Jakarta, Selasa (19/7).
Kekhawatiran tersebut muncul karena terdapat bank asing yang akan ditunjuk oleh Pemerintah untuk menampung dana repatriasi hasil amnesti pajak. "Bank asing ada empat, bank negara lokal 15, jadi lebih banyak (bank nasional) kan," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pihaknya sudah mendeteksi adanya dugaan penjegalan dari bank asing. Bambang pun mengingatkan kepada pihak lain untuk tidak mempengaruhi wajib pajak supaya tidak melakukan repatriasi. "Upaya itu sudah biasa. Kita berikan 'warning'," katanya.
Kebijakan amnesti pajak mulai berlaku Senin hingga 31 Maret 2017. Para wajib pajak yang ingin memanfaatkan amnesti pajak diminta segera datang ke kantor pelayanan pajak (KPP) terdekat. Kementerian Keuangan juga dijadwalkan akan menerbitkan empat peraturan menteri keuangan, sebagai peraturan turunan UU Pengampunan Pajak.
Menkeu memperkirakan sekitar Rp 4.000 triliun, aset milik WNI di luar negeri, yang selama ini tersembunyi, akan dideklarasikan. Dari Rp 4.000 triliun, itu, sebanyak Rp 1.000 triliun akan direpatriasi ke dalam negeri. Sedangkan, repatriasi yang masuk ke penerimaan negara diperkirakan sebesar Rp 165 triliun.
Kemenkeu menjelaskan keterlibatan bank asing tersebut karena mereka memiliki kerja sama atau incoorporated di Indonesia, dengan pembukaan cabang mereka di Tanah Air. Empat bank asing tersebut juga telah melalui proses seleksi dan berbadan hukum Indonesia, sehingga harus mengikuti peraturan yang berlaku di Tanah Air termasuk bersedia di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca juga: Pelayanan Amnesti Pajak tak Dipungut Biaya