REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan siap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada saat dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak direalisasikan.
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, sejak kebijakan tersebut disahkan beberapa waktu lalu, pasar keuangan menyambut baik dengan aliran modal masuk (capital inflows) yang besar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat.
"Kalau saat ini di pasar keuangan ini, kita lihat baru dampak mengantisipasi terhadap implementasi dari tax amnesty. Jadi kalau ada modal yang masuk saat ini dari luar negeri, belum terkait sama realisasi tax amnesty-nya. Itu baru mengantisipasi. Jadi pelaku pasar keuangan menyambut positif terkait tax amnesty sehingga mereka masuk," tutur Mirza akhir pekan kemarin.
Sedangkan realisasi kebijakan tax amnesty, kata Mirza, akan mulai terlihat sejak tanggal 1 Juli 2016 hingga Maret 2017. Mirza menjelaskan, dana yang berasal dari luar negeri tersebut nantinya akan berupa valuta asing.
Ketika dana tersebut ditukar dalam bentuk rupiah, otomatis akan ada penguatan rupiah. Selain itu, cadangan devisa juga akan meningkat seiring masuknya dana repatriasi tersebut.
Tercatat pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, pada Jumat (1/7) rupiah berada di posisi Rp 13.172 per dolar AS, atau terapresiasi 0,06 persen atau 8 poin dari posisi Rp 13.180 per dolar pada hari sebelumnya.
Untuk itu, BI menyatakan siap untuk melakukan intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Apalagi berbeda dengan negara-negara tetangga, Indonesia merupakan negara yang ekspor impornya tercatat mengalami defisit.
Sehingga memerlukan kurs yang secara relatif harus lebih kompetitif supaya ekspor juga lebih kompetitif dibandingkan negara-negara pesaing, terutama untuk ekspor manufaktur. Seperti tekstil, sepatu, elektronik, kendaraan bermotor atau spare part kendaraan bermotor.
"Indonesia rupiah ini secara relatif perlu kurs yang kompetitif buat ekspor, tetapi rupiah ini juga perlu kurs yang stabil buat impor. Jadi kira-kira kurs nya harus stabil tapi suatu level yang memang cukup kompetitif,"tutur Mirza.
Selain kompetitif untuk ekspor, lanjut Mirza, kurs yang kompetitif juga akan terus mengundang capital inflows untuk terus masuk. Namun, apabila kurs terlalu kuat, capital inflows malah bisa berhenti.