Rabu 29 Jun 2016 14:46 WIB

Target Penerimaan Tax Amnesty Dianggap Terlalu Agresif

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) membacakan pandangan akhir pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan RAPBN 2016  pada saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan) membacakan pandangan akhir pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan RAPBN 2016 pada saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai target penerimaan tax amnesty sebesar Rp 165 triliun terlalu ambisius. Sebab, selama ini tidak ada data valid yang mencatatkan besaran dana pengusaha Indonesia yang diparkir di negara lain.

"Target tersebut terlalu agresif, kita agak susah menaksirnya karena gak ada yang memegang data valid. Tapi, dilihat dari Rp 165 triliun dana yang bisa dideclare kalau dua persen saja itu sudah Rp 3.200 triliun," ujar Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani di Jakarta, Rabu (29/6).

Menurut Rosan, selain dana masih banyak aset pengusaha yang berada di luar negeri. Namun aset tersebut sulit dibawa kembali ke Indonesia, karena berbentuk properti dan surat utang. Rosan mengatakan, sebenarnya banyak dana yang sudah masuk ke Indonesia.

Sekitar 2001-2002 perusahaan mulai bangkit dari krisis ekonomi. Rosan mengatakan, pada saat itu perbankan tidak ada yang memberikan pembiayaan sehingga pengusaha mendanai sendiri perusahaannya dengan menggunakan aset yang dimiliki.

"Kami melihat tax amnesty ini sebagai bagian dari reformasi perpajakan," kata Rosan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement