REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) telah melakukan bauran kebijakan dengan menurunkan suku bunga acuan serta beberapa kebijakan makro prudensial. Bauran kebijakan itu dilakukan demi meningkatkan kepercayaan diri dunia usaha.
Sebelumnya pada Kamis (16/6), Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI Rate menjadi 6,50 persen, dan merelaksasi aturan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sektor properti.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, relaksasi aturan LTV ini agar mendorong permintaan kredit di sektor properti.
"Itu memberikan suatu kelonggaran terhadap permintaan. Jadi yang kita sasar memang mendorong permintaan kredit, memudahkan konsumen dan masyarakat untuk membeli rumah, ruko, apartemen. Itu yang kita ingin lakukan," ujar Perry di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (17/6).
Selain itu, BI menaikkan batas bawah Loan to Financing Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78 persen menjadi 80 persen, dengan batas atas tetap sebesar 92 persen. Menurut Perry, aturan ini juga akan mendorong perbankan untuk menawarkan kreditnya.
Seluruh aturan ini, kata Perry, merupakan bauran kebijakan yang lengkap. Selain kebijakan dari BI, bersamaan juga dengan ekspansi fiskal, belanja modal, dan pembayaran tunjangan dan gaji, itu diyakini dapat mendorong permintaan.
"Jadi perspektif bisnisnya confident dari bisnis harus dibangun, kalau semua itu confidentnya belum naik, agak susah kita mengangkat pertumbuhan," tuturnya.
Menurutnya, meski ekonomi perlahan mulai membaik, kepercayaan diri dunia usaha masih belum terbangun karena memerlukan dorongan dari fiskal. Sejauh ini dunia usaha justru lebih banyak mengembalikan utangnya ke luar negeri dan mengembalikan kreditnya ke perbankan.
"Itu kan kondisi bahwa memang ngapain lebih banyak utang karena belum bisa dimanfaatkan. Makanya pesan kami mari kita bangun confident supaya permintaan naik, ekonomi naik," ujarnya.