Jumat 17 Jun 2016 08:28 WIB

Ketakutan Brexit Hantui Pasar Saham Dunia

Pasar saham/Ilustrasi
Foto: corbis.com
Pasar saham/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pasar saham dunia kembali merosot pada Kamis (16/6), setelah jajak pendapat baru menunjukkan kenaikan dukungan untuk Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa), menambah kekhawatiran atas prospek ekonomi.

Para investor bergegas beralih ke investasi-investasi yang dinilai aman seperti yen dan emas, mencari perlindungan keuangan dalam kasus warga Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa dalam referendum pada 23 Juni.

Pasar saham utama Eropa berakhir turun antara 0,3 persen hingga 0,6 persen setelah dua jajak pendapat baru menunjukkan dukungan untuk Brexit di depan kubu pro Uni Eropa, hanya satu minggu sebelum pertarungan ketat pemungutan suara. Saham-saham AS juga didorong lebih rendah pada Kamis (16/6), dengan Dow melemah 0,4 persen pada akhir perdagangan pagi.

Di Asia yen melonjak ke tertinggi 22-bulan terhadap dolar AS dan saham-saham Tokyo merosot 3,2 persen karena bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ) gagal meningkatkan stimulus. Sementara harga emas mencapai posisi dekat tertinggi dalam dua tahun.

"Kekhawatiran Brexit telah muncul kembali ke permukaan," kata Jasper Lawler, analis di kelompok perdagangan CMC Markets. 

Keputusan kebijakan dari Federal Reserve AS dan bank sentral Jepang, menurut Lawler, juga telah membuat pasar lemas. The Fed pada Rabu (15/6) menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk tahun ini dan dua tahun berikutnya, dan ditandai kenaikan suku bunga menjadi lebih rendah dan lebih lambat, menyoroti kekhawatiran tentang AS dan prospek ekonomi global yang lebih luas.

"Ada saat tidak semua yang lama ketika disiram 'dovishness' (kelesuan) akan mengirim pasar ekuitas ke angkasa," kata analis Briefing.com Patrick O'Hare.

"Sekarang, mereka hanya tampak kandas oleh keyakinan bahwa kebijakan moneter telah tidak efektif dalam menghasilkan kecepatan untuk meloloskan diri dan bahwa bank-bank sentral tidak memiliki petunjuk yang baik apa yang harus dilakukan tentang hal itu pada saat ini," tutur O'Hare menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement