REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Importir Daging Indonesia (Aspidi), Thomas Sembiring, mengatakan tidak ada praktik penimbunan yang menyebabkan harga jual daging sapi masih tinggi. Menurut dia, para pengusaha justru akan merugi jika melakukan penimbunan daging sapi.
"Biaya impor daging dan impor sapi mahal. Jika ada yang berani menimbun, dia pun harus menambah biaya listrik untuk ruang penyimpan (cold storage) yang tidak kalah mahalnya. Jadi dugaan adanya penimbun atau kartel kami kira tidak masuk akal," ujar Thomas ketika dihubungi Republika, Jumat (10/6).
Dia mencontohkan, jika ada importir yang menimbun 1.000 sampai 2.000 ton daging sapi, maka diperlukan biaya operasional cold storage yang tinggi. Menurut Thomas, yang bisa dilakukan importir justru mengatur perputaran stok daging sapi.
"Kami tidak menimbun, tetapi mengatur perputaran stok dan disesuaikan dengan kedatangan impor daging. Diupayakan agar modal tidak mati. Menimbun daging itu salah satu yang membuat rugi," ucap Thomas.
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, pada Rabu (8/6) lalu mengatakan naiknya harga daging sapi selama ini disebabkan oleh permainan kartel besar. Kartel besar ini memonopli distribusi daging. Akibatnya, pemerintah kesulitan mengendalikan harga daging tersebut di tingkat pengecer.