Kamis 09 Jun 2016 14:10 WIB

Kemenperin Usulkan Insentif Energy Refund untuk Industri TPT

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: KBRI Roma
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan pemberian insentif khusus untuk mendongkrak nilai ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Insentif tersebut diharapkan dapat memperkuat daya saing industri TPT nasional agar mampu merebut pasar global.

“Kami memiliki pemikiran untuk mengkaji pemberian insentif khusus berupa program energy refund dalam upaya mendongkrak nilai ekspor industri nasional. Industri TPT sebagai pilot project-nya,” ujar Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Harjanto di Jakarta, Kamis (9/6).

Program energy refund merupakan dana yang diberikan pemerintah kepada industri untuk mengganti biaya listrik yang dikeluarkan. Menurut Harjanto, wacana ini terus dikoordinasikan dengan kementerian terkait seperti Kementerian Keuangan dan akan dibahas di tingkat rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Harjanto mengatakan, industri TPT merupakan sektor strategis karena menjadi motor penggerak industri manufaktur. Nilai ekspor industri ini hingga April 2016 mencapai 3,96 miliar dolar AS. 

"Kontribusi industri TPT sangat signifikan terhadap perolehan devisa dengan nilai ekspor mencapai 12,28 miliar dolar AS pada 2015 dan menyumbang penyerapan tenaga kerja 10,6 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur," kata Harjanto.

Industri TPT nasional telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional, sehingga menjadi modal kuat untuk menembus pasar global. Harjanto mengatakan, pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan industri.

Perkembangan industri TPT nasional selama dua tahun terakhir cenderung stagnan, baik di pasar domestik maupun internasional sebagai akibat melambatnya perekonomian dunia. Hal tersebut, lanjut Harjanto, didasarkan pada penguasaan pangsa pasar dunia yang baru mencapai 1,53 persen dan laju pertumbuhan industri terhadap PDB nasional sekitar 1,21 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement