REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) telah mencapai kesepakatan pembiayaan (financial close) untuk proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. BPI merupakan konsorsium dari Electric Power Development Co., Ltd. (J-Power), PT Adaro Power (AP), dan Itochu Corporation (Itochu).
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir mengatakan, pihaknya sangat bangga dengan pencapaian financial close. Meskipun mengalami keterlambatan, Boy Thohir sapaan akrabnya, berterimakasih atas dukungan dari PLN, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
"Kami berharap proses selanjutnya dapat berjalan sesuai dengan rencana. Kami juga optimis dapat segera mencapai visi Adaro untuk menjadi grup perusahaan tambang dan energi Indonesia yang terkemuka serta mengembangkan salah satu dari penggerak pertumbuhan perusahaan.” ujar Boy, Rabu (8/6).
Boy menjelaskan, total investasi dari proyek ini adalah sekitar 4,2 miliar dolar AS. BPI akan menerima pembiayaan proyek sekitar 3,4 miliar dolar AS dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan sindikasi sembilan bank komersial, yaitu SMBC, BTMU, Mizuho, DBS, OCBC, Sumitomo Trust, Mitsubishi Trust, Shinsei dan Norinchukin.
Proyek ini akan menjual listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara Persero (PLN) di bawah Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) yang berlaku untuk jangka waktu 25 tahun setelah konstruksi selesai. PPA antara BPI dan PLN sendiri telah ditandatangani pada 6 Oktober 2011.
Presiden Direktur BPI Mohammad Effendi mengatakan, setelah financial close maka konstruksi pembangkit listrik akan segera dimulai. Konstruksi diperkirakan akan berjalan selama empat tahun dan Commercial Operation Date (COD) diharapkan pada 2020.
Pembangkit listrik ini akan menjadi salah satu Independent Power Producer (IPP) terbesar di Asia, dan merupakan proyek pembangkit listrik batubara pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi ultra-supercritical (USC) yang ramah lingkungan.
"USC menggunakan temperatur uap dan tekanan diatas titik supercritical air sehingga mampu mengurangi penggunaan bahan bakar per kilowatt hour (KwH) sekaligus mengurangi emisi gas karbon (CO2)," katanya. Proyek PLTU Batang sebenarnya telah mengalami keterlambatan selama beberapa tahun akibat kendala lahan.
Awal tahun ini, dengan implementasi UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, BPI dan PLN berhasil mendapatkan lahan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjadikan BPI sebagai IPP pertama yang berhasil mengimplementasikan beleid tersebut.
Kendati mengalami keterlambatan, namun seluruh mitra tetap berkomitmen terhadap proyek ini. Demikian juga dengan seluruh pemangku kepentingan yang turut terlibat, termasuk pemerintah Indonesia, PLN dan kreditur, yang tetap berkomitmen sejak awal.