REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Dunia (World Bank) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen menjadi 2,4 persen. Menurut Ekonom Indef, Eko Listiyanto dari proyeksi ekonomi global, tanda-tanda perbaikan memang belum banyak terlihat.
"Justru yang semakin mengemuka adalah risiko berlanjutnya pelemahan ekonomi global seiring dengan peningkatan ketidakpastian akibat isu Brexit, rencana kenaikan suku bunga acuan the Fed, dan masih melemahnya harga minyak akibat ketiadaan titik temu antaranggota OPEC dalam kebijakan kuota produksi. Sehingga wajar jika pertumbuhan ekonomi global direvisi ke bawah atau diproyeksi turun" kata Eko pada Republika.co.id, Rabu (8/6).
Terkait dengan ekonomi Indonesia, kata Eko, Indef masih memproyeksikan akan tumbuh sebesar lima persen. Proyeksi yang lebih rendah dari RAPBN pemerintah yang sebesar 5,1 persen, menurutnya menggambarkan kinerja Pemerintah yang masih di bawah ekspektasi publik.
"Kebijakan defisit anggaran sejauh ini belum efektif mendorong pertumbuhan akibat penyerapan anggaran yang menstimulus perekonomian masih rendah, terutama belanja modal," ujarnya.
Menurut Eko, agar perekonomian tumbuh, di sisi pengeluaran perlu dijaga harga-harga barang agar tidak semakin menggerus daya beli. Di samping itu, pada sisi sektoral perlu peningkatan akses pasar dan promosi, serta modal bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Kalau UMKM tumbuh maka mereka (termasuk karyawannya) akan meningkatkan permintaan karena daya beli naik. Selain itu, peningkatan efektivitas paket kebijakan yang menyangkut padat karya dan industri orientasi ekspor," ujarnya.
Baca juga: Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global