Rabu 08 Jun 2016 12:01 WIB

Daging Beku Murah Impor tak Populer di Masyarakat

Rep: Sonia Fitri/ Red: Indira Rezkisari
Daging Sapi Impor
Foto: Republika-Wihdan Hidayat
Daging Sapi Impor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan daging-daging sapi beku impor yang dijual dengan harga murah diyakini akan mampu mempengaruhi harga daging sapi nasional bergerak turun. Namun, masyarakat masih memilih membeli daging segar dari pasar tradisional ketimbang daging beku impor meski harganya dinilai tinggi.

"Daing beku memang belum populer di masyarakat kita, ini karena faktor budaya saja," kata Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang, Rabu (8/6). Padahal dari segi kualitas menurutnya sama sekali tidak ada perbedaan. Bahkan, daging beku impor menurutnya lebih higienis ketimbang daging segar yang dijual di pasar tradisional.

Ia bercerita pernah meninjau secara langsung proses pemotongan daging sapi di Australia yang berdasarkan mekanisasi. Cara pemotongan daging di Indonesia kalah saing dengan yang dilakukan Australia baik dari kualitas maupun kuantitas. Makanya ia mengimbau agar konsumen tidak ragu membeli dan mengonsumsi daging beku yang dijual dengan harga murah.

Tapi ia juga menekankan perdagangan daging-daging beku impor jangan sampai masuk ke pasar tradisional. Sebab akan mengganggu kelangsungan bisnis para pedagang daging sapi segar, pun melanggar Undang-Undang. "Tidak boleh, karena pasti beda harganya juga, meski daging segar tidak mungkin jadi instrumen agenda penurunan harga daging di pasar," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternakan Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) yang merupakan Pengamat Peternakan Unpad Rochadi Tawaf menyebut, daging-daging impor dalam bentuk beku akan mampu memengaruhi harga, tapi tidak akan signifikan.

Sebab, permintaan daging segar tetap tinggi di pasar. "Daging beku impor saat ini masih rendah peminatnya," kata dia. Ketika pemerintah menginginkan harga daging murah, lanjut dia, harus terpapar secara jelas terlebih dahulu, berapa kebutuhan, pasokan dan permintaannya.

Data tersebut hingga kini masih bertebaran dalam beragam versi dan sarat kepentingan. Daging-daging beku tetap tidak bisa mensubstitusi pasokan karena tren permintaan masyarakat lebih menyukai daging segar.

"Daging beku tidak familiar dengan kebutuhan Ramadhan," tuturnya. Pemerintah juga harusnya memperhatikan keberadaan para peternak dan pengusaha daging lokal yang akan terdampak kerugian jika daging beku impor bertebaran di pasar.

Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyebut keinginan pemerintah menurunkan harga daging sapi Rp 80 ribu menimbulkan kejanggalan dan spekulasi. Seharusnya kebijakan harga berdasarkan biaya produksi daging sapi lokal, bukan pada impor daging beku yang belum jelas kualitasnya.

Keberadaan daging beku impor yang harganya murah juga akan menimbulkan kerugian di kalangan peternak dan pedagang tradisional. "Peternak lokal jelas akan rugi, kalau pas puasa dan lebaran daging tidak ada di pasar, pasti mereka-mereka yang punya akses impor daging akan sangat diuntungkan,” kata dia.  

Ia menyebut, lebih dari enam juta peternak dengan lebih dari 15 juta sapi akan menanggung potensi kerugian sekitar Rp 70 triliun. Dalam hitung-hitungannya, jika ingin harga daging sapi lokal Rp 80 ribu per kg, harga sapi hidup yang saat ini Rp 45 ribu per kilogram bobot hidup harus turun menjadi Rp 30 ribu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement