REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Pudji Hartanto Iskandar mengatakan, tarif angkutan umum berbasis aplikasi daring merupakan kesepakatan antara perusahaan dengan pengguna jasa.
"Tarif tidak lagi pemerintah ikut campur. Kalau (pengguna jasa) setuju ya silakan, oke. Tidak lagi ada persetujuan pemerintah, itu pengguna jasa dengan perusahaan," ujarnya di Kantor Kemenhub, Jakarta, Kamis (2/6).
Ia menilai, tarif angkutan umum berbasis aplikasi daring bisa saja mahal tergantung jenis kendaraan yang digunakan. "Bisa mahal karena mungkin mobilnya bisa saja Mercy, kalau Avanza pasti murah," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah meminta seluruh angkutan umum termasuk taksi berbasis aplikasi daring yang ingin beroperasi di Indonesia untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Syarat itu di antaranya surat izin mengemudi, uji kendaraan, dan kepemilikan surat tanda nomor kendaraan.
"Kami telah memfinalisasi bersama Menhub, Menkominfo dan Kapolda, Korlantas serta semua pihak terkait. Kami sudah sepakati beberapa hal yang intinya kami ingin bangsa ini disiplin," ujar Menteri Koordinator bidang Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, seusai rapat koordinasi di Jakarta, Rabu (1/6).
Luhut menyampaikan pemerintah akan melakukan pengawasan secara ketat bagi seluruh angkutan umum yang beroperasi di Indonesia, dengan tetap memegang prinsip keadilan. "Kita ingin bangsa ini disiplin. Segala aturan yang ada akan diawasi ketat, tapi tetap berkeadilan agar tidak ada yang dirugikan," ujar dia.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menjabarkan sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi angkutan umum termasuk taksi berbasis aplikasi daring adalah terkait SIM, uji KIR bagi setiap kendaraan serta legalitas STNK.
Untuk SIM, seluruh pengemudi angkutan umum roda empat wajib memiliki SIM A Umum, sedangkan bagi pengemudi angkutan umum yang kendaraannya memiliki tujuh kursi, diwajibkan memiliki SIM B1 Umum. "Ini tidak bisa ditawar lagi," kata Jonan.