REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Dunia menyetujui bantuan hibah senilai 22 juta dolar AS kepada Indonesia untuk memperkuat pengelolaan hutan tropis, mengentaskan kemiskinan bagi masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada hutan, dan menekan kerusakan lingkungan.
"Dukungan ini merupakan bukti nyata kami terhadap Indonesia terkait penguatan manajemen lanskap," ujar Kepala Perwakian Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (29/5).
Badan Pembangunan Internasional Denmark (DANIDA) ikut memberikan kontribusi senilai 40 juta Kroner atau 5 juta dolar AS ke total hibah yang dibiayai oleh inisiatif global bernama Program Investasi Hutan (FIP) untuk membantu Badan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) ini. KPH merupakan salah satu program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena bisa memperkuat tata kelola kawasan hutan.
Selain itu, KPH memperbaiki penggunaan aset sumber daya alam menuju pembangunan berkelanjutan, dan mengurangi kemiskinan di antara 32 juta rakyat Indonesia yang hidup di sekitar wilayah hutan. Namun, implementasi program KPH masih terhambat oleh peraturan yang tumpang tindih, kapasitas yang terbatas di beberapa tingkat, kurangnya sumber investasi dan pembiayaan, serta pengadaan informasi yang tidak konsisten.
Untuk itu, program investasi hutan ini bertujuan mendukung KPH dengan mengatasi keterbatasan peraturan yang selama ini mempengaruhi kinerja KPH serta memperkuat keahlian pemerintah daerah, organisasi masyarakat dan pemegang izin pengelolaan hutan agar saling tercipta kemitraan yang erat.
"Masyarakat yang hidup dekat hutan sangat bergantung pada kawasan hutan untuk mata pencaharian dan mereka termasuk yang paling miskin di Indonesia. Program Investasi Hutan menawarkan kesempatan untuk memperbaiki penghasilan mereka melalui pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik," kata Rodrigo.
Selain penguatan keahlian, program ini akan bekerja sama dengan 10 KPH untuk penerapan pengelolaan hutan dan investasi dengan lebih berkelanjutan serta mendukung pembentukan sistem informasi guna memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk saling bertukar pikiran. "Implementasi program KPH yang efektif memerlukan sistem pembagian informasi yang kuat. Selain itu juga diperlukan informasi terkait penggunaan lahan dan luas lahan, perizinan, dan pendekatan untuk memperkuat tata kelola hutan," kata Ekonom Senior Bank Dunia untuk Sumber Daya Alam, Diji Chandrasekharan Behr.
Behr menambahkan proyek ini juga bisa mendukung pembentukan sebuah platform untuk pertukaran pengetahuan diantara KPH, agar dapat saling menindaklanjuti praktik terbaik di lapangan terkait penguatan pengelolaan hutan. Secara keseluruhan, proyek ini dipersiapkan melalui koordinasi yang baik antara dua proyek FIP lainnya yang didanai Korporasi Keuangan Internasional (IFC), Bank Pembangunan Asia (ADB), serta lembaga multilateral lainnya.