Kamis 19 May 2016 06:06 WIB

Pemerintah Turunkan Harga Gas untuk Tujuh Sektor Industri

Red: Nur Aini
 Pekerja melakukan proses bongkar muat gas tabung elpiji 12 kilogram di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu (16/9).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja melakukan proses bongkar muat gas tabung elpiji 12 kilogram di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah menurunkan harga gas bumi bagi tujuh sektor industri untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing industri nasional.

Penurunan harga gas yang berlaku surut sejak 1 Januari 2016 tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016. Tujuh sektor industri yang memperoleh penurunan harga gas adalah pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Aturan tersebut tidak menyebut sektor pembangkit listrik yang juga mendapat penurunan harga gas.

Sesuai Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 3 Mei 2016, penurunan harga gas dilakukan dengan mengurangi bagian penerimaan negara. Sedangkan, bagian penerimaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tetap.

Perpres 40/2016 menyebutkan harga gas ditetapkan dengan mempertimbangkan keekonomian lapangan, harga di pasar internasional dan domestik, daya beli konsumen dalam negeri, dan nilai tambah dari pemanfaatan gas.

Jika harga gas tidak memenuhi keekonomian industri pengguna, maka pemerintah menetapkan harga gas bumi tertentu atau subsidi.

Harga jual gas subsidi dari KKKS ditetapkan pemerintah maksimal sebesar enam dolar AS per MMBTU. Penetapan harga gas subsidi itu dengan mempertimbangkan ketersediaan gas bumi dan pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai dengan pemanfaatan gas.

Hitungan pemerintah, jika harga gas turun 1 dolar AS per MMBTU, maka akan menimbulkan dampak positif berupa tambahan penerimaan pajak Rp 12,3 triliun dan efek berantai pada ekonomi Rp 68,9 triliun. Sementara jika harga gas turun 2 dolar AS per MMBTU, maka pajak bertambah Rp 12 triliun hingga Rp 14 triliun dan efek pada ekonomi Rp 68 triliun hingga Rp 123 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement