REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I 2016 tercatat sebesar 316 miliar dolar AS. Nilai ini tumbuh 5,7 persen year on year (yoy) dibandingkan kuartal yang sama tahun 2015.
Meski mengalami peningkatan, hal ini dianggap belum begitu mengkhawatirkan. Bahkan utang ini dianggap masih aman. "Secara umum ULN Indonesia dalam kondisi yang aman, dan ini terlihat dari jumlah swasta yang lebih besar dari pemerintah," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo disela-sela acara Islamic Development Bank (IDB), Rabu (18/5).
Menurut Agus, hal yang paling utama dari total utang jangka panjang yang jatuh waktunya jangka panjang totalnya lebih dari 80 persen dari total utang yang ada. "Kalau mau dilihat yang sensitif itu total utang swasta yang jangka pendek, yang diberikan oleh non-afiliasi. Nah total utang ini hanya 5 persen dari loan. Jadi secara umum (utang) terkelola dengan baik," papar Agus.
Agus menerangkan, pengelolaan utang akan menjadi lebih terkendali bila ada kerja sama dengan pihak terkait. Misalnya pemerintah dengan swasta melalui koordinasi keduanya, atau kalau perbankan bisa melalui OJK dan BI.
Namun yang harus diperhatikan adalah kehati-hatian. Salah satunya dengan pengecekan koorporasi yang memiliki utang agar melaporkan likuiditasnya.
ULN berjangka panjang pada akhir triwulan I 2016 mencapai 277,9 miliar dolar AS (87,9 persen dari total ULN), naik 7,9 persen (yoy). Lebih lambat dari pertumbuhan kuartal IV 2015 yang sebesar 9,2 persen (yoy).
Sedangkan untuk ULN berjangka pendek pada akhir kuartal I 2016 tercatat sebesar 38,1 miliar dolar AS atau turun 8,4 persen (yoy). Lebih lambat dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan kuartal IV 2015 yang sebesar 13,7 persen (yoy).