Senin 25 Apr 2016 14:06 WIB

Gubernur BI Berikan Tips Sukses Menjalankan Pengampunan Pajak

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat terkait untuk mencapatkan pemaparan mengenai rancangan undang-undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty. Kali ini DPR mengundang Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuanga (OJK) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Gubernur BI Agus Martowardojo, mengatakan,  ‎pajak memang sangat berperan dalam pembiayaan sebuah negara. Namun sumber pajak yang terbatas membuat pemerintah saat ini harus menghemat belanja dan penghematan pembiayaan lainnya.

Menurut Agus, tax amnesty memang sejalan dengan pemikiran BI yang menjadi pendalaman dalam sektor keuangan. Bahkan tax amnesty juga telah lazim dilakukan di beberap negara seperti India, Irlandia dan Italia. Dengan adanya UU tax amnesty, hal dini diharap bisa memberikan pengampunan kepada badan atau perorangan yang sebelumnya mengelak membayar pajak atas penghasilannya. Sehingga penghasilan yang selaman ini diperoleh dah tidak dilaporkan secara lengKap, kemudian bisa dibayarkan meski dengan sistem pengampunan.

"Saat ini pun ada beberapa negara yang sedang memberi pengampunan pajak seperti Korsel dan Afsel.‎ Meski diakui ada yang kurang berhasil seperti Argentina pada 1987. Karena perencanaan kurang matang dan keterbatasan data WP yang jadi target, ditambah prosedur yang kurang jelas," ungkap Agus, Senin (25/4).

Agus menjelaskan, tax amnesty sebenarnya telah mendapatkan momentum dengan adanya keterbukaan informasi mengenai data perbankan pada tahun 2018.‎ Saling bertukar informasi dari sejumlah negara akan membuat badan atau perorangan yang selama ini mengemplang pajak bisa diketahui.

Meski demikian, Agus menilai ada lima aspek yang harus dilakukan pemerintah agar tax amnesty bisa berjalan baik. Pertama, TA harus dirancang sebagai titik tolak dari sistem perpajakan yang baru melalui rekonsiliasi data atau tax reform. Jadi, sebelum ada sistem perpajakan yg baru, kita beri pengampunan pajak.

Kedua, sebelum beri pengampunan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) harus memiliki data akurat dan bangun administrasi yang kuat dan efektif. Ketiga, tax amnesty juga harus didukung dengan pelaksanaan yang jelas dan mengikat bagi semua eajib pajak (WP) yang ajukan tax amnesty.

Keempat, pengampuan pajak seharunsya dilaksanan mendadak dan jangka waktu pendek maksimal 1 tahun.‎ "Hal ini diikuti dengan peningkatan audit dan pengenaan sanksi yang lebih berat bagi WP yang tidak ajukan tax amnesty," ungka Agus. Terakhir, tax amnesty juga harus diikuti dengan penegakkan hukum yang tegas.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement