Kamis 14 Apr 2016 15:27 WIB

Pembubaran IPOP akan Diputuskan oleh Kemenko Perekonomian

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Petani mengangkut hasil panen buah kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang
Petani mengangkut hasil panen buah kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mulai membahas teknis pembubaran Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP). Hal tersebut dilakukan segera setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan IPOP sebagai praktik kartel.

Seperti diketahui, IPOP merupakan perjanjian pengelolaan sawit lestari yang melibatkan sejumlah perusahaan sawit. IPOP ditandatangani pada Konferensi Tingkat Tinggi tentang Iklim pada Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) oleh Wilmar, GAR, Cargill, dan Asian Agri. Musim Mas ikut menandatangani komitmen tersebut pada Maret 2015 dan disusul Astra Agro Lestari pada Februari 2016. 

"Menteri Pertanian sudah diminta membuat surat rekomendasi pembubaran untuk disampaikan ke Kementerian Koordinator Perekonomian, nanti pembubarannya dilakukan di tingkat menko," kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Gamal Nasir, Kamis (14/4). 

Teknis pembubaran akan dibicarakan lebih lanjut dalam rapat terbatas. Ia tidak menyebutkan target, tapi pembubaran akan dilakukan segera.

IPOP, lanjut dia, harus dibubarkan meski alasan pendiriannya untuk mendorong pengelolaan sawit lestari. Pembubaran penting karena ia melanggar UU sebab ada sekelompok perusahaan yangmembuat aturan sendiri soal pengelolaan perkebunan sawit. 

Di sisi lain, pemerintah sudah merancang standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang sudah memuat prinsip-prinsip pengelolaan sawit lestari. "Kita punya regulasi, pemerintah negara merdeka, dasar hukumnya UUD 1945, KPPU sudah melakukan penyelidikan, ini bagus," tuturnya.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement