Rabu 13 Apr 2016 15:48 WIB

Tahun Ini, BPJS Kesehatan akan Alami Defisit Keuangan Rp 7 Triliun

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nidia Zuraya
Warga mengurus BPJS Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta, Rabu (16/6).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Warga mengurus BPJS Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta, Rabu (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih berpotensi mengalami defisit keuangan pada tahun ini. Nilainya diprediksi mencapai sekitar Rp 7 triliun.

Hal itu disampaikan dalam jumpa pers Public Expose BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (13/4). Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mundiharno, kemungkinan masih ada potensi defisit untuk tahun 2016 sekitar Rp 9,2 triliun.

Namun, dengan adanya kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan, potensi penerimaan diperkirakan bertambah sekitar Rp 2,19 triliun. Sehingga, potensi defisit diprediksi menjadi sekitar Rp 7 triliun.

Mundiharno menekankan, kenaikan iuran peserta mandiri sebenarnya di bawah besaran yang ideal sebagaimana telaah para ahli sebelumnya. Iuran peserta mandiri kelas III, idealnya adalah Rp 36 ribu. Namun, Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkannya sebesar Rp 25.500, yang tadinya sebesar Rp 30 ribu.

Iuran kelas II peserta mandiri BPJS Kesehatan, lanjut dia, idealnya Rp 63 ribu. Namun itu kemudian ditetapkan menjadi Rp 51 ribu.

Batas-atas gaji bagi peserta penerima upah (PPU) idealnya pun Rp 13 juta. Namun, ditetapkan menjadi sebesar Rp 8 juta. “Struktur (besaran iuran) itu memicu potensi defisit,” ucap Mundiharno, Rabu (13/4).

Meski begitu, dia menekankan pemerintah sudah mengantisipasi antara lain dengan dana cadangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp 6,6 triliun untuk tahun ini. Untuk tahun lalu, alokasi dana cadangan dari pemerintah sebesar Rp 5 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement