Jumat 01 Apr 2016 17:51 WIB

Institusi Perumahan untuk MBR Diminta Diperkuat

Rep: Budi Raharjo/ Red: Nur Aini
Buruh mengerjakan pembangunan rumah bersubsidi di salah satu perumahan di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/2).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Buruh mengerjakan pembangunan rumah bersubsidi di salah satu perumahan di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah diminta segera memperkuat institusi di sektor perumahan demi mewujudkan program sejuta rumah. Tanpa ada keberpihakan dari pemerintah, program pendirian sejuta rumah dinilai bakal sulit terwujud.

Pengamat ekonomi Indef Enny Sri Hartati mengingatkan saat ini pengembang lebih memilih untuk membangun rumah mewah yang harganya di atas Rp 1 miliar dikarenakan keuntungannya yang besar. Sebaliknya, rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) jarang ditemui di pasar properti dalam negeri.

Terlebih, Enny mengungkapkan, data yang ada juga memperlihatkan hampir 60 persen pembelian rumah saat ini bukan untuk ditempati. Konsumen membeli rumah untuk dijual kembali sebagai investasi. "Sehingga tidak mengherankan harga rumah di Indonesia bisa cepat naik," ujar dia di Jakarta, Jumat (1/4).

Enny menyontohkan harga rumah di wilayah Jabodetabek. Kenaikan harganya tak lagi terjadi dalam hitungan tahun, tapi sudah harian. Saat diluncurkan, harga rumah itu Rp 1 juta per meter persegi. Namun, dalam waktu seminggu kemudian harganya bisa naik berkali-kali lipat menjadi Rp 5-6 juta per meter persegi.

Kenyataan itu membuat pengembang lebih memilih membangun rumah untuk kalangan menengah ke atas yang harganya tidak dibatasi pemerintah, daripada pasar MBR. Dengan pertimbangan itulah, Enny menilai kehadiran institusi di sektor perumahan yang peduli terhadap pengadaan rumah MBR sangat mendesak.

Enny mengatakan program sejuta rumah tidak dapat diserahkan kepada pengembang, apalagi dengan pola 1:2:3. Untuk menekan biaya produksi, pengembang terkadang membangun rumah MBR di lokasi yang jauh dari pusat kota sehingga menyulitkan konsumen. Untuk mewujudkan program sejuta rumah, harus ada kemudahan akses bagi calon pembeli dari kelompok MBR.

Saat ini Enny memperkirakan ada 600 ribu MBR yang belum memiliki rumah layak huni karena persoalan daya beli. Data Susenas BPS, masyarakat yang memiliki kemampuan mencicil di bawah Rp 500 ribu hanya di bawah 15 persen. Enny mengusulkan kehadiran holding BUMN di bidang perumahan agar penanganan rumah MBR lebih efisien.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement