REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Penyerapan garam rakyat oleh industri pada 2015 mencapai 80 persen atau 2,16 juta ton dari total produksi 2,7 juta ton. Direktur Utama PT Garam R Achmad Budiono, mengatakan garam rakyat tersebut diserap oleh industri pengolahan garam, processing garam swasta maupun industri pengolahan untuk konsumsi.
“Sisanya masuk rencana penyerapan garam rakyat yang menggunakan dana PMN Rp 202 miliar,” kata Achmad Budiono dalam acara rapat koordinasi Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) di Hotel Sahid Surabaya, Selasa (29/3).
Ia menjelaskan, pada 2016 ini PT Garam mendapat alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk penyerapan garam rakyat senilai Rp 222 miliar. Dari angka tersebut, senilai Rp 16 miliar digunakan untuk pembangunan gudang. Sisanya sekitar Rp 202 miliar digunakan untuk pembelian garam rakyat sebanyak 400 ribu ton.
Ia menyebutkan, harga tertinggi garam untuk jenis K1 di gudang senilai Rp 475 per kilogram. Nantinya, PT Garam akan menyerap garam rakyat dengan harga di kisaran harga tertinggi. “Pokoknya harga tertinggi berapa kita hitung tidak mungin kita di bawah. Targetnya sampai habus uangnya, sampai panen berikutnya. Jadi dalam penyerapan garam rakyat ini kontribusi dari pengolah swasta,” kata Achmad Budiono.
Dia menambahkan, Indonesia masih mengalami defisit garam secara mencapai 1,2-1,3 juta ton dari kebutuhan garam sebanyak 4 juta ton. Sebab, total produksi garam rakyat pada 2015 mencapai 2,7 juta ton. Kebutuhan garam 4 juta ton tersebut termasuk untuk garam konsumsi dan industri.
Namun, kebutuhan garam impor tersebut khususnya untuk industri pengolahan yang tidak bisa menggunakan garam lokal. Sebab kadar NaCl garam lokal dan garam impor berbeda.
Saat ini, impor garam sekitar 2 juta ton, yang terdiri atas garam untuk chlor alkali plant (CAP) sebanyak 1,7 juta ton dan untuk industri pangan sekitar 350-400 ribu ton. Menurutnya, jika semua berjalan semestinya hanya dibutuhkan impor garam 1,2 juta ton.
“Kita akui kita masih butuh impor, tapi kalau ditanya pengaruhnya karena impornya itu tidak dibatasi akhirnya mengganggu tata niaga termasuk harga garam lokal,” ungkapnya.