REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah membuka peluang impor gas alam cair atau LNG pada 2019 mendatang. Alasannya, kebutuhan dalam negeri akan LNG yang semakin meningkat terutama untuk pemenuhan bahan bakar transportasi, rumah tangga, serta pemenuhan pembangkit dalam megaproyek 35 ribu Mega Watt.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memroyeksikan, angka impor LNG pada 2019 nanti mencapai 1.777 juta kaki kubik per hari, sementara kewajiban ekspor LNG berdasarkan kontrak jangka panjang sebesar 2.041 juta kaki kubik per hari.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agus Cahyono Adi menjelaskan, meski opsi impor itu memang ada, tetapi pihaknya bersama dengan Pertamina masih membicarakan mengenai kuota dan mekanismenya. Alasannya, jelas dia, pada dasarnya keran impor baru akan dibuka bila pasokan LNG dalam negeri defisit.
Agus mengakui bahwa gencarnya proyek pembangunan infrastruktur yang dilancarkan pemerintah, termasuk megaproyek 35 ribu MW, mau tak mau akan menyerap lebih banyak lagi LNG. Namun, menurutnya, kebijakan impor nantinya jangan sampai justru malah mematikan serapan LNG domestik.
“Nanti kita siapkan regulasinya. Agar energi domestik dan impor bisa jalan secara sinergi. Alokasi penggunaan gas itu harus diperluas, sampai kapan kita bisa impor. Kriterianya bagaimana, akan dipertegas di situ,” kata Agus usai membuka Gas Indonesia Summit 2016, di Jakarta, Rabu (16/3).
Agus melanjutkan, regulasi yang khusus mengatur mengenai kuota dan mekanisme impor LNG ini akan tertuang dalam Peraturan Presiden Tata Kelola Gas yang hingga kini masih dirampungkan. Agus juga menyebutkan, kontrak pembelian LNG selama 20 tahun sejak 2019 yang diteken oleh PT Pertamina dari perusahaan asal AS, Cheniere Energy Inc, Corpus Christi Liquefaction LLC bukan termasuk rencana impor yang akan dilakukan oleh pemerintah. Alasannya, kontrak tersebut dimaksudkan Pertamina untuk memenuhi kegiatan bisnis energi mereka, bukan secara khusus untuk memenuhi pasokan dalam negeri.
“Tidak harus dibawa ke Indonesia. Jadi Pertamina itu komit dia menguasai gas LNG untuk bisa dijual ke mana saja. Kan Pertamina itu penjual LNG, nggak harus ke Indonesia dan bisa kemana saja,” kata Agus.