Jumat 11 Mar 2016 16:00 WIB

Kendalikan Inflasi Pangan, BI Bantu Pengembangan Pertanian IPB

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Inflasi Maret 2015: Aktivitas jual beli bahan makanan di Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (1/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Inflasi Maret 2015: Aktivitas jual beli bahan makanan di Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (1/4).

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR-- Bank Indonesia (BI) membantu pengembangan pertanian IPB. Secara lebih luas, BI juga mengembangkan klaster pangan di daerah. Hal ini untuk karena sejumlah bahan pangan masih berkontribusi terbesar dalam inflasi.

Kepala Departemen UMKM Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan, saat ini bahan pangan volatil berkontribusi

4,84 persen terhadap inflasi. ''Makin rendah kontribusi bahan pangan volatil terhadap inflasi, makin bagus. Kalau bisa nol agar inflasi hanya karena faktor spesifik seperti inflasi inti,'' kata Sari usai membuka pemberian bantuan green house dan instalasi hidroponok kepada Sabisa Farm IPB, Jumat (11/3).

Inflasi pada 2015 tercatat sebesar 3,35 persen year on year, lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2015 yang ditetapkan pemerintah sebesar empat persen plus minus satu persen year on year. Pencapaian ini tidak terlepas dari kebijakan pengendalian inflasi yang ditempuh oleh pemerintah dan BI dalam mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan. Hal tersebut akan terus dijaga untuk mencapai sasaran inflasi BI 2016 sebesar empat persen plus minus satu persen.

Bahan pangan sangat rentan terpengaruh terutama karena cuaca sehingga ada celah permintaan dan pasokan yang bisa menimbulkan kenaikan harga. Padahal melihat luas wilayah, memungkinkan bagi Indonesia menciptakan pasokan pangan yang stabil. Inovasi teknologi dan sistem pergudangan yang baik akan membuat pasokan bahan pangan volatil tetap terpenuhi pasokannnya saat permintaan tinggi. Kerja sama BI dengan lembaga seperti perguruan tinggi juga menyentuh masyarakat dengan pendekatan yang juga memakai teknologi.

''Ada perubahan referensi pengembangan ekonomi dan kultur di masyarakat. Jadi tantangan bersama agar kelompok muda tetap tertarik pada sektor pertanian dengan pendekatan yang inovatif,'' kata Sari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement