Kamis 10 Mar 2016 12:14 WIB

Singapura Siapkan Kebijakan Lawan Tax Amnesty Indonesia

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Nur Aini
Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih menunggu keputusan dari anggota legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menerapkan program pengampunan pajak (Tax Amnesty). Rencananya keputusan kebijakan ini akan bisa diberlakukan atau tidak‎, baru diketahui pada April setelah pihak DPR melakukan rapat usai reses. Pengamat Ekonomi Aviliani menjelaskan, pemerintah dan DPR baiknya mempercepat pemberlakuan ‎untuk tax amnesty.

Hal itu karena, jika tidak dilakukan dalam waktu dekat, maka sejumlah negara yang menjadi tempat menampung uang orang Indonesia, akan mempersiapkan strategi untuk 'melawan' kebijakan tax amnesty. Salah satu yang mempersiapkan perlawanan ini adalah negara Singapura.

Aviliasi menjelaskan, saat ini banyak uang milik orang Indonesia yang terparkir di Singapura. Dengan adanaya tax amnesty, uang tersebut dipastikan akan banyak yang kembali ke Indonesia. Untuk membentengi ini, Singapura disebut membuat kebijakan agar satu anggota keluarga yang menyimpan uangnya di Singapura bisa menjadi warga negara Singapura.

"Makanya ini (tax amnesty) harus cepat. Kalau tidak uang itu nantinya tidak akan bisa kembali ke Indonesia dan tetap tersimpan di negara lain," ujar Avilini dalam diskusi Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 di Balai Kartini, Kamis (10/3‎).

Menurut Aviliani, dari data yang dihimpun, terdapat sekitar 50 juta orang yang masuk dalam kalangan kaya. Sedangkan 100 juta orang adalah kalangan menengah. Dengan angka ini, seharusnya 50 juta orang ini bisa menjadi peserta wajib pajak. Sayangnya kalangan kaya ini nyatanya tidak semua membayar pajak. Melihat hal ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak harus lebih maksimal dalam menarik wajib pajak terhadap kalangan-kalangan ini.

‎Selain itu, Aviliani menyebut, pegawai perpajakan saat ini belum banyak menyentuh masyarakat yang berada di kalangan menengah ke bawah. Banyak dari mereka yang belum mengerti mengenai penarikan pajak. Hal ini membuat masyarakat justru ketakutan saat ada tagihan pajak. Untuk itu, Dirjen Pajak diharap bisa melakukan sosiliasi lebih banyak khususnya kepada masyarakat kecil sehingg mereka pun paham dan mau ikut membayar pajak perorangan.

"‎Makanya bisa sosialisasi sampai ke RT dan RW. Sehingga mereka (masyarakat) tidak takut mengenai pajak," papar Avialiani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement