REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Aturan agama jadi salah satu alasan tidak terhubungnya masyarakat pada lembaga keuangan formal. Namun, keuangan syariah dinilai bisa membantu membuka akses ini bagi masyarakat.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Mulya E. Siregar menjelaskan, tidak meratanya jangkauan layanan keuangan tidak hanya karena belum terbukanya akses akibat kurangnya infrastruktur, tapi juga karena alasan agama. Untuk itu, keuangan syariah berperan dalam membuka akses layanan keuangan yang lebih luas bagi mereka yang memiliki kecenderungan pada alasan agama.
Dari survei OJK pada 2013-2014, 203 juta warga Indonesia atau 81,5 persen dari total populasi yang berada di bagian bawah piramida ekonomi. Dari jumlah itu, 96 juta di antaranya adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari Rp 25 ribu per hari yang dinilai berisiko untuk diberi pembiayaan atau kredit oleh bank.
Dengan inklusi keuangan, diharapkan rumah tangga miskin bisa bisa naik kemampuan keuangan dan usahanya. Langkah awalnya adalah dengan memenuhi dulu kebutuhan dasar mereka dengan dana kebajikan dari zakat, infak, sedekah, dan hasil wakaf.
''Pada tahap ini lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT berperan,'' kata Mulya dalam seminar Islamic Economic Days di STEI SEBI, Depok, Ahad (6/3).
Saat itu selesai, masyarakat dhuafa bisa diberi qard al-hasan (pinjaman kebaikan) tanpa biaya dan kalaupun galal bayar bisa dimaafkan. Di sini, kelompok dhuafa perlu mendapat pembekalan kapasitas.
Saat berhasil naik lagi ke level berikutnya, barulah mereka bisa berhubungan dengan bank dengan mendapat subsidi bagi hasil sampai mereka bisa mapan dan bisa penuh terkoneksi secara komersial dengan lembaga keuangan komersial.
Sementara di sisi lembaga keuangan, OJK mendorong lembaga keuangan bisa menjangkau masyarat di pelosok dengan layanan nirkantor (Laku Pandai). Ini bisa dimulai dari daerah yang sebenarnya memiliki potensi ekonomi, namun belum tersentuh layanan keuangan.
''Sudah delapan bank dan baru satu bank syariah yang ikut Laku Pandai. Sekarang sekitar 100 ribu agen. Dengan Laku Pandai, pengembangan produk lembaga keuangan syariah jadi inklusif. Lembaga keuangan didorong punya produk mikro termasuk IKNB dan pasar modal,'' tutur Mulya.
Soal kepercayaan masyarakat terhadap agen, adalan tugas bank untuk melatih agen sebagai wakil bank di masyarakat. Agen pun punya identitas yang diharapkan dapat dipercaya masyarakat. Dengan penggunaan layanan perbankan hingga 51 persen oleh pekerja informal dan pelaku usaha mikro, hanya 16 persennya yang terliterasi. Dengen begitu, sosialisasi dan edukasi, kata Mulya, jelas tidak boleh berhenti.
Baca juga: OJK Dorong Keuangan Syariah Biayai Infrastruktur