REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Kenta Institute, Eric Sugandi menilai pertemuan G20 di Shanghai, China, hanya menghasilkan retorika politik tanpa komitmen mengikat. Pertemuan ini dilakukan oleh para menteri dan gubernur bank sentral anggota G20 pada 26-27 Februari lalu, untuk membahas mengenai permasalahan ekonomi dunia.
"Sulit melakukan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter antar negara-negara G20. Karena mereka lebih mengutamakan kepentingan nasional masing-masing. Yang dihasilkan kebanyakan hanya retorika politik tanpa komitmen yang mengikat," ujar Eric Sugandi pada Republika.co.id, Ahad (28/2).
Eric mencermati, pada tahun ini akan ada arus aliran dana yang masuk ke negara-negara berkembang.
"Saya melihat akan ada arus capital inflows ke negara-negara emerging markets tahun ini walau tidak deras. Diantaranya karena suku bunga negatif di Jepang dan berlanjutnya quantitative easing di Eropa," kata Eric.
Sementara itu, kata Eric, setelah terjadi aliran deras capital outflows dari emerging markets ke AS menjelang kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate tahun lalu, tahun ini investor dari AS mulai melakukan investasi portofolio dan Foreign Direct Investment (FDI) ke emerging markets secara bertahap.
"Pertemuan G20 sendiri tidak akan banyak implikasinya pada aliran dana ke emerging markets. Ini lebih berupa pertemuan politik tanpa komitmen yang mengikat. Yang lebih berperan adalah para investor global ketimbang pemerintah,"katanya.
Pertemuan yang dilaksanakan di Shanghai tersebut membahas perkembangan terakhir ekonomi global, kerja sama perpajakan, investasi di sektor infrastruktur, reformasi regulasi keuangan global, arsitektur keuangan internasional serta isu pembiayaan terorisme dan perubahan iklim.
Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Menteri Keuangan, Bambang P.S. Brodjonegoro bersama dengan Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo.