REPUBLIKA.CO.ID,SINGAPURA -- Harga minyak merosot di perdagangan Asia pada Jumat (26/2), karena pasar melakukan aksi ambil untung dari kenaikan baru-baru ini yang didorong oleh harapan produsen-produsen utama dapat menyetujui pembatasan produksi mereka dalam pertemuan bulan depan.
Harga minyak melonjak pada Kamis kemarin setelah Menteri Perminyakan Venezuela Eulogio Del Pino mengatakan, negaranya sedang mempersiapkan pertemuan dengan produsen-produsen lain pada Maret untuk membahas cara menstabilkan pasar. Sentimen juga terbantu oleh data yang menunjukkan pesanan barang tahan lama Amerika Serikat meningkat 4,9 persen pada Januari, menunjukkan perbaikan prospek ekonomi untuk konsumen minyak mentah terbesar dunia itu.
Pada sekitar pukul 06.00 GMT, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April, turun tujuh sen menjadi 33,00 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.vDi London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, patokan Eropa, meluncur 19 sen menjadi 35,10 dolar AS per barel, turun 0,54 persen.
"Reli kemarin tidak benar-benar karena fundamental, namun akibat spekulasi bahwa akan ada semacam kesepakatan antara produsen minyak utama untuk membekukan produksi," kata ahli strategi pasar IG, Bernard Aw.
Harga minyak telah merosot ke bawah 30 dolar AS per barel, terpukul oleh kekhawatiran kelebihan pasokan global akan berkepanjangan karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) terus memompa minyak dengan kecepatan yang melampaui permintaan. Aw mengatakan Venezuela telah bekerja keras mencari kesepakatan dengan produsen lainnya untuk memangkas produksi mereka, karena ekonomi negara Amerika Selatan itu telah terpukul keras oleh penurunan harga.
"Saya memperkirakan mereka tidak akan mencapai kesepakatan apapun, sehingga ini akan sangat mengecewakan pasar dan kita akan melihat kembali (harga) di bawah 30 dolar AS untuk minyak mentah," ujarnya.
Rusia dan anggota utama OPEC Arab Saudi, serta Venezuela dan Qatar, pekan lalu mengumumkan kesepakatan awal untuk membekukan produksi pada tingkat Januari, tapi hanya jika produsen utama lainnya mengikuti. Namun demikian, produsen utama Iran, yang sedang meningkatkan produksi setelah sanksi ekonomi Barat terkait program nuklirnya dan yang lainnya bereaksi dingin terhadap usulan pembekuan tersebut.