REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Ketika melihat sampah, Noel Molina turut mencium aroma uang. Dan rekannya, Tony Sankar, telah memilih tempat sampah selama satu dekade sebagai ladang mencari uang di Kota New York, AS.
Bagi hampir sebagian orang, sampah dinilai sebagai sesuatu yang bau dan kotor. Ada ikan basi, tikus, sisa daging sapi di dalamnya. Mereka bekerja secara shift dari pukul 07.00 hingga 03.00. Saat itu, mereka belum mencintai pekerjaannya. Namun, mereka dibayar dengan baik untuk kerja keras mereka. "Sampah Anda uang saya," ujar Molina (32 tahun), seperti dilansir dari CNNMoney, Rabu (24/2).
Molina adalah sopir truk berpenghasilan 112 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,5 miliar) dalam setahun. Sedangkan, Sankar mampu mengantongi 100 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,3 miliar). Upah mereka telah meningkat dari delapan atau sembilan tahun lalu.
Menurut bos mereka, David dan Jerry Antonacci bersaudara (pemilik perusahaan pengelolaan sampah Crown Container), Molina telah bekerja di Crown selama 10 tahun. Dia mengatakan, gaji awalnya sekitar 80 ribu dolar AS. Menurut Kementerian Tenaga Kerja AS, gaji tahunan sopir truk sampah 40 ribu dolar AS.
Di semua profesi, orang yang tidak lulus perguruan tinggi akan mendapat upah 24 ribu dolar AS, sedangkan lulusan sekolah tinggi biasanya mampu menghasilkan 30 ribu dolar AS per tahun.
Molina dan Sankar menyadari mereka mungkin memperoleh uang sebanyak ini meskipun lulus kuliah. "Tapi, saya menghasilkannya di bagian belakang sebuah truk sampah, memungut sampah," kata Sankar.
Tidak hanya mendapatkan gaji yang baik, upah mereka tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional. Upah untuk petugas sampah tumbuh 18 persen, jauh lebih cepat dari rata-rata nasional 14 persen untuk semua pekerja sejak resesi berakhir pada Juni 2009.
Pasalnya, tidak mudah mencari pekerja untuk dalam bisnis. Pengusaha sering tidak dapat menemukan pengemudi truk yang berkualitas, operator tempat pembuangan akhir (TPA), ataupun mekanik.