REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rata-rata harga sejumlah bahan pangan di DKI Jakarta kompak naik dari hari sebelumnya per Senin (15/2).Padahal, harga di tingkat petani tetap rendah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari infopangan.jakarta.go.id, kenaikan tersebut di antaranya Beras IR I naik Rp 350 menjadi Rp 11.400 per kilogram (Kg), Beras IR II naik Rp 65 menjadi Rp 10.985 per Kg, Beras IR III naik Rp 270 menjadi Rp 10.420 per Kg, Beras Muncul naik Rp 722 menjadi Rp 13.322 per Kg dan Beras IR 42 naik Rp 25 dari hari sebelumnya menjadi Rp 12.100 per hari ini.
Kenaikan harga yang signifikan terjadi pada produk tanaman hortikultura. Harga cabai merah keriting naik Rp 4.418 menjadi Rp 36.818 per kg. Begitu pun dengan cabai merah besar, bawang merah, dan bawang putih. Untuk cabai merah besar naik Rp 10.309 menjadi Rp 61.909 per kilogram, bawang merah naik Rp 2.927 menjadi Rp 27.727 per kilogram dan bawang putih naik Rp 1.254 menjadi Rp 31.454 per kilogram pada hari ini.
Produk pangan strategis hasil peternakan pun mengalami nasib serupa. Harga daging sapi paha belakang naik Rp 1.000 menjadi Rp 127 ribu per Kg, daging sapi murni naik Rp 1.454 menjadi Rp 118.454 per Kg dan daging kambing maik Rp 5 ribu menjadi Rp 110 ribu per Kg.
Telor ayam ras dan daging ayam broiler yang mengalami penurunan harga dibandinhkan hari sebelumnya. Harga telor ayam turun Rp 100 menjadi Rp 23.500 per Kg sedangkan daging ayam broiler turun Rp 1.000 menjadi Rp 34.200 per ekor.
"Yang aneh, harga tinggi di pasar, padahal di tingkat petani rendah," kata Direktur Budidaya Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Yanuardi, Senin (15/2).
Beberapa waktu lalu ia mengunjungi sentra produksi bawang di Cirebon dan mendapati harga di tingkat petani Rp 9.000-10 ribu per kilogram, dan untuk bawang kering Rp 11 ribu. Sementara untuk cabai merah besar, di daerah Palu harganya Rp 5.000.
Produksi bawang dan cabai tak terganggu musim hujan sebab pertanaman dilakukan di dataran tinggi dan lereng gunung. Makanya ia pun heran mengapa harga begitu mahal di tengah pasokan yang melimpah.
Ia sempat melakukan pengecekan ke sejumlah pasar di Jakarta. Harga di pasar induk Rp 20 ribu per kilogram untuk bawang, tapi ketika dijual eceran di Pasar Minggu, harganya menjadi Rp 30 ribu. Harga makin tinggi ketika dijual di Pasar Cijantung yakni Rp 40 ribu. "Padahal jaraknya dekat," ujarnya.
Oleh karena itu, alur distribusi menurutnya penting untuk ditelusuri agar tidak ada yang mengambil untung besar tapi tidak menularkan keuntungan tersebut ke petani. Justru, petani dan konsumen menjadi rugi karena mendapat harga mahal.
Berkonsentrasi pada produksi, ia menargetkan produksi bawang merah di 2016 kembali surplus. Perkiraan kebutuhan 2016 yakni 880.179 ton setahun dan produksi 1.291.123 ton. Hal itu berarti akan ada kelebihan sebanyak 449.321 ton yang bisa disalurkan untuk ekspor.
Pada 2015, surplus menyebabkan Indonesia bisa ekspor bawang merah sebanyak 14.100 ton ke Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Impor juga turun hingga 82 persen dibanding 2014.
Impor pada Januari hingga September 2015 sebanyak 15.700 ton, lebih rendah dibandingkan periode serupa di 2014 yakni sebanyak 87 persen atau senilai 295 miliar. Impor bawang merah dilakukan untuk kebuuhan industri. Penurunan nilai impornya Rp 295 miliar.