Kamis 11 Feb 2016 17:10 WIB

Pemerintah Indonesia Minta Prancis Batalkan Pajak Sawit

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Kelapa sawit
Kelapa sawit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Thomas Lembong meminta kepada pemerintah Prancis untuk membatalkan pemberlakuan pajak progresif minyak kelapa sawit. Pajak tersebut diatur dalam Amandemen No.367 dan diadopsi Majelis Tinggi Legislatif Prancis pada 21 Januari 2016.

"Kami secara resmi minta kepada pemerintah dan Parlemen Prancis untuk membatalkan amandemen ini. Saya optimis, pemerintah dan Parlemen Prancis mau menjaga hubungan kerja sama perdagangan ini secara baik dan bersedia mendengarkan suara kami," ujar Thomas dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/2).

Rencananya Majelis Nasional Prancis akan memutuskan amandemen ini menjadi undang-undang pada 15 Maret 2016. Thomas mengatakan, pemerintah Indonesia berpendapat bahwa pemberlakuan pajak progresif pada kelapa sawit tersebut akan melanggar prinsip-prinsip  national treatment dan non-discrimination yang diatur dalam WTO General Agreement on Tariffs and Trade 1994.  

Thomas menjelaslan, Prancis telah menandatangani Amsterdam Declaration in Support of a Fully Sustainable Palm Oil Supply Chain by 2020. Menurutnya, dengan menjadi bagian dari Amsterdam Declaration  semestinya Prancis mendukung negara-negara eksportir minyak sawit untuk menerapkan sistem Sustainable Palm Oil seperti yang sudah diterapkan oleh Indonesia melalui Indonesian Sustainable Palm Oil  (ISPO).

"Saya berharap Pemerintah Prancis menunjukkan sikap tegas menolak amandemen ini," kata Thomas.

Rencananya, Thomas akan terbang ke Prancis untuk bertemu dengan pemerintah setempat dan melakukan pembicaraan mengenai pajak minyak kelapa sawit tersebut. Sebelumnya, Thomas  juga telah bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Republik Indonesia yakni Corinne Breuze pada 4 Februari 2016 di Jakarta.

Menurut Thomas, pajak sawit tersebut dapat berdampak pada PDB Indonesia karena sektor ini telah menyumbang sebesar 1,6 persen. Thomas mengatakan, kebijakan yang diskriminatif itu juga akan mempengaruhi kehidupan 16 juta pekerja langsung dan tidak langsung di sektor ini, dan sekitar 61 kota di Indonesia yang bergantung pada kegiatan di sektor sawit.

"Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia terpenting dengan kontribusi sebesar 19 miliar dolar AS per tahun. Jika amandemen diberlakukan, maka dampaknya cukup besar bagi Indonesia," ujar Thomas.

Pajak tinggi ini ditujukan hanya pada produk minyak sawit, dan tidak diberlakukan pada produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak jagung, ataupun  rapeseed oil.

Thomas menjelaskan, dalam draf Amandemen No. 367 disebutkan, produk yang mengandung  palm oil, palm kernel oil, dan coconut oil akan dikenakan pajak yang meningkat secara progresif. Pada 2017, pajak yang akan dikenakan yakni sebesar 300 euro per ton dan akan terus meningkat menjadi 900 euro pada 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement