REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengharapkan sistem ekonomi yang inovatif dan berbasis wakaf dapat berkembang sebagai bentuk alternatif dari perekonomian konvensional yang hanya mengutamakan laba.
"Kami ingin mengembangkan sistem ekonomi wakaf," kata Jimly dalam acara Pengukuhan Pengurus Periode 2015 sampai dengan 2020 dan Pembukaan Rakernas ICMI di Jakarta, Rabu (10/2).
Jimly mengingatkan bahwa produk perundang-undangan terkait dengan wakaf telah hadir sejak 2004. Namun, lanjut dia, hal tersebut dinilai belum didukung oleh gerakan nasional yang sifatnya masif.
Terkait dengan produk legislasi, dia mengatakan bahwa saat ini selain UU Wakaf juga ada aturan hukum lainnya, seperti UU Yayasan dan UU Perusahaan Terbatas (PT). Untuk yayasan, menurut Jimly, banyak yang telah menerapkan konsep wakaf. Akan tetapi, hal yang sama masih belum ditunjukkan oleh badan hukum berstatus PT.
"Hubungan wakaf dan PT masih belum ada inovasi sistem hukumnya," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Oleh karena itu, Ketum ICMI mengemukakan alangkah baiknya bila ditemukan produk hukum yang inovatif sehingga perusahaan saat ini dapat dibedakan antara commercial enterprise (perusahaan komersial) dan social enterprise (perusahaan sosial).
Perbedaanya terletak pada perusahaan komersial memberikan manfaat dividen atau laba kepada shareholders atau pemegang saham, sedangkan perusahaan sosial memberikan manfaatnya kepada seluruh pemangku kepentingan. "Wakaf yang produktif berdampak pada kondisi sosio-ekonomi Indonesia," katanya.