REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberlakuan asuransi bagi nelayan dinilai sangat mendesak. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengungkapkan, pentingnya asuransi nelayan ini dilihat dari jumlah nelayan yang hilang lima tahun terakhir.
KIARA mencatat, sejak 2010 hingga 2015 sudah ada 828 nyawa nelayan yang melayang akibat hilang di lautan lepas saat bekerja. "Tingginya jumlah nelayan yang hilang dan meninggal ini perlu diselesaikan. Caranya dengan memberikan jaminan perlindungan jiwa kepada nelayan, sehingga keluarga nelayan dan nelayan sendiri memiliki rasa percaya diri dikarenakan sentimen perlindungan tadi," jelas Abdul, Kamis (7/1).
Selama ini, lanjut Abdul, kepercayaan diri mereka sebatas karena kebutuhan melaut untuk bertahan hidup saja. Padahal, dengan adanya kenaikan anggaran KKP sejak 1999 sampai 2015 pemerintah dinilai mampu menerapkan asuransi nelayan ini. Tahun 2015 ini bahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan tercatat memiliki anggaran Rp 15,8 triliun.
"Dengan anggaran ini mestinya bisa berikan jaminan nelayan kecil, paling tidak menurut UU nomor 45 tahun 2009 nelayan yang kapalnya di bawah 5 GT," kata Abdul.
Abdul menambahkan, selama ini nelayan kecil terbiasa mandiri dalam mengumpulkan dana santunan atas nelayan yang meninggal saat bekerja. Ia mengaku, di beberapa daerah di setiap tempat pelelangan ikan (TPI) terbiasa menyisihkan hasil lelang untuk dikumpulkan sebagai biaya tak terduga. Salah satunya, dana itu diserahkan kepada nelayan yang meninggal saat bekerja.
"Sayangnya tidak semua TPI begini. Maka harus ada solusi agar teman teman nelayan diberikan aturan yang cukup agar mereka tidak mudah hilang dan meninggal di laut," ujarnya.