REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat rencana investasi pemilik modal asing (PMA) paling banyak berasal dari Cina. Pengajuan izin prinsip dari Cina pada 2015 naik 67 persen dibandingkan pada 2014 yakni sebesar Rp 166,21 triliun.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, tingginya pengajuan izin prinsip dari Cina menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara tujuan utama investasi. Menurutnya, BKPM akan terus mendorong rencana investasi tersebut agar dapat terealisasi.
Data BKPM menyebutkan, rasio realisasi investasi Cina hanya 7 persen dan masih lebih rendah dibandingkan negara mitra investasi lainnya seperti Jepang, Singapura, dan Korea Selatan yang mencapai 60 persen. "Dalam setahun terakhir investor dari Cina memang cukup agresif, dan kami akan mendorong agar rencana investasi yang sudah diajukan ke BKPM dapat terealisasikan sehingga realisasi investasi dari Cina dapat meningkat," ujar Franky, Selasa (5/1).
Franky menambahkan, sektor-sektor yang diminati oleh investor Cina sebagian besar yakni infrastruktur. Rencana investasi terbesar yang diajukan oleh investor Cina adalah sektor kelistrikan sebesar Rp 150,89 triliun atau 54,36 persen dari total rencana investasi Cina.
Diikuti oleh sektor angkutan kereta api sebesar Rp 73,90 triliun atau 26,62 persen, sektor industri logam dasar Rp 16,78 triliun atau 6,04 persen, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp 13,96 triliun atau 5,03 persen serta sektor perdagangan sebesar Rp 9,32 triliun atau 3,36 persen.
"Tingginya minat investasi di sektor kelistrikan ini menunjukkan langkah agresif pemerintah untuk menawarkan potensi investasi sektor tersebut, dan telah disambut baik oleh para investor," kata Franky.
Franky menjelaskan, pengajuan izin prinsip Cina pada 2015 yakni sebesar Rp 277,59 triliun atau 22,96 persen dari total izin prinsip PMA. Negara lain yang banyak mengajukan izin prinsip antara lain Singapura Rp 203,89 triliun, Jepang Rp 100,64 triliun, Malaysia Rp 69,13 triliun, Korea Selatan Rp 60,52 triliun, dan Amerika Serikat Rp 56,31 triliun.
Baca juga: Raksasa Minyak Dunia Ramai-ramai Memangkas Investasi 2016