REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fahri Hilmi mengatakan salah satu pilar utama pasar modal yang kuat adalah basis investor. Menurutnya, basis investor yang kuat bukan hanya jumlah yang masif tapi juga tingkat edukasi yang tinggi.
Sejauh ini, rasio antara jumlah investor dan penduduk di negara-negara maju seperti Singapura dan Australia sudah mencapai 30 persen. Bahkan di negara berkembang seperti di India sudah 10 persen.
"Di kawasan Asia Tenggara Indonesia tertinggal. Jumlah investor kita masih 400 ribu, itu lebih sedikit dari 0,2 persen dari total jumlah penduduk," jelasnya, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (16/12).
Apalagi, Fahri mengatakan, jika melihat dari sisi persebaran investor secara nasional. Hal ini dinilai lebih miris karena hampir separuhnya ada di Jakarta dan 70 persen tersebar di Pulai Jawa.
"Ini tentu belum pada level yang kita inginkan," ungkapnya.
Hal yang harus diperhatikan, kata dia, bukan hanya pengembangan dari sisi peraturan pasar modal atau infrastrukturnya. Pengembangan pasar modal menjadi sulit jika tidak diminati investor lokal.
Berdasarkan survei OJK dua tahun lalu, masyarakat yang mengaku tahu soal pasar modal hanya sekitar empat persen dari total penduduk. Sementara, menurut Fahri, investor yang benar-benar terlibat jumlahnya lebih sedikit lagi.
"Tidak ada magic formula untuk masalah ini. Memang sosialisasi harus dilakukan secara masif dan tak ada hentinya," ucap Fahri.
Untuk mempercepat proses pengenalan pasar modal kepada masyarakat, ia mengatakan, tahun depan program sosialisasi akan dilakukan lebih masif. OJK juga berencana menyatukan kegiatan pengenalan pasar modal dengan program BEI.
"Tahun 2016 mudah-mudahan bisa mensinkronkan kegiatan sosialisasi pasar modal di OJK dengan edukasi sosialisasi BEI supaya brending pasar modal lebih terasa," ungkapnya.