Selasa 15 Dec 2015 17:15 WIB

Santri Dinilai Harus Jadi Agen untuk Memperkuat Perbankan Syariah

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Nur Aini
Santri
Foto: Republika
Santri

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Para santri dinilai bisa menjadi agen yang tepat untuk membumikan perbankan syariah di wilayah Jawa Tengah. Karena potensi santri di daerah tersebut cukup besar.

 

Deputi Bank Indonesia (BI) Kanwil V Jateng-DIY Ananda Pulungan mengatakan, di Jawa Tengah saat ini tercatat ada 4.500 pondok pesantren (ponpes) dengan jumlah santri mencapai 638 ribu lebih.

 

“Menurut kami, ini menjadi modal yang cukup besar untuk pengembangan ekonomi syariah,” ungkapnya, pada diskusi publik ‘Ponpes sebagai Agen dan Kunci Kesuksesan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah, di Semarang, Selasa (15/12).

 

Ke depan, kata Ananda, pondok pesantren diharapkan bisa beriringan dengan sistem perbankan dan nantinya sistem keuangan pondok pesantren juga dapat terhubung dengan sistem perbankan.

 

Hal ini karena sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk di Jawa Tengah, beragama Islam.

 

“Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Wilayah V Jawa Tengah-DIY juga menyatakan ekonomi syariah perlu dikembangkan sebagai pelengkap sistem ekonomi konvensional,” ungkapnya.

 

Ia menambahkan, data Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah terkait jumlah santri dan ponpes ini menjadi sumber daya yang besar untuk ikut mendorong perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah.

 

Sebab, hingga saat ini aktivitas perbankan syariah masih relatif kecil jika dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, pangsa pasar perbankan syariah untuk Jawa Tengah baru 6 persen dari keseluruhan pangsa pasar perbankan.

 

Oleh karena itu, pihaknya menilai potensi pengembangan perbankan syariah di Jawa tengah masih sangat besar. Menurut dia, masih banyak ruang untuk mengeksplorasi sektor perbankan tersebut.

 

Bank sentral juga berusaha mempertemukan perbankan syariah dengan pondok pesantren. BI berharap setelah santri memiliki kemampuan untuk berwirausaha, perbankan dapat membuka pintu untuk akses permodalan para santri.

 

“Sehingga, ke depan para santri mampu menjadi pilar penting penguatan sekaligus pengembangan perekonomian syariah di negeri ini,” ungkap Ananda.

 

Direktur Utama Baitul Mal Wattamwil (BMT) Sidogiri, Abdul Majid Umar dalam kesempatan ini menyampaikan, pengenalan tentang syariah di kalangan pondok pesantren sudah dimulai sejak tingkat ibtidaiyah.

 

Sehingg secara teori, kata dia, para santri ini sudah menguasai. Persoalannya, dari sisi aplikasi para santri dinilai masih kurang paham. Untuk mematangkan materi syariah mulai dari produk hingga sistem kelembagaan umumnya baru dilakukan saat santri sudah menjadi alumni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement