Kamis 10 Dec 2015 16:16 WIB

Bankir Nilai BI Rate Sesuai Risiko Ekonomi

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nur Aini
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Manajemen Risiko Bank (BARa) periode 2015-2018 Ahmad Siddik Badruddin (kiri) tengah berbincang dengan Ketua umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Zulkifli Zaini (tengah) dan Ketua Tim Formatur Sukatmo Padmosukarso di Jakarta, Rab
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Manajemen Risiko Bank (BARa) periode 2015-2018 Ahmad Siddik Badruddin (kiri) tengah berbincang dengan Ketua umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Zulkifli Zaini (tengah) dan Ketua Tim Formatur Sukatmo Padmosukarso di Jakarta, Rab

JAKARTA –- Ikatan Bankir Indonesia mendukung kebijakan moneter Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian.

Ketua Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Zilkifli Zaini mengatakan, kombinasi kebijakan moneter BI dalam mempertahankan suku bunga sangat logis. Dia khawatir jika BI menurunkan BI Rate karena saat ini banyak tekanan yang ditujukan kepada BI.

“Saya khawatir kalau BI menurunkan suku bunga acuan di saat the Fed masih belum menetapkan sesuatu yang pasti. Kita harus menunggu, paling tidak sampai kuartal I atau kuartal II 2016 itu saya support BI untuk mempertahakan BI Rate,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (10/12).

Bank sentral telah melonggarkan kebijakan moneter melalui penurunan Giro Wajib Minumum (GWM) dari 8 persen menjadi 7,5 persen agar likuiditas di pasar naik. Kebijakan itu dinilai mulai menurunkan tekanan pada BI. Sebab, dengan penurunan GWM 0,5 persen, BI membebaskan likuiditas sebesar Rp 19 triliun. 

“Penurunan BI Rate di tengah ketidakpastian akan meningkatkan risiko psikologis. Proyeksi saya, BI Rate akan dipertahankan paling tidak 3-6 bulan ke depan,” ucapnya.

Zulkifli mengatakan, IBI optimistis dengan prospek 2016. Meskipun dia mengakui masih akan ada risiko khususnya rasio kredit macet. Selain itu, risiko perubahan kurs mata uang dan kejahatan perbankan elektronik diprediksi masih terjadi.

Selain menghadapi risiko tersebut, bank masih harus meningkatkan dana murah agar penyaluran kredit bisa dilakukan dengan harga bersaing. Tantangan lainnya berasal dari peningkatan pendapatan berbasis biaya atau fee based income.

“Hampir semua bank punya kelemahan meningkatkan fee based income, mereka fokus salurkan kredit,” ungkapnya.

Baca juga: BTN Raih Rekor MURI Sebagai Bank Penyalur KPR Terbesar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement