Senin 07 Dec 2015 00:55 WIB

OJK dan BEI Kaji Likuiditas Saham UKM

Rep: Risa Herdahita/ Red: Nur Aini
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indek Saham Gabungan (IHSG) di kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/11).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indek Saham Gabungan (IHSG) di kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membantu Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam mencari pendanaan. Salah satunya dengan mendorong UKM untuk masuk ke pasar modal.

"Bisa lebih dari satu alternatif, bisa IPO, atau menerbitkan obligasi, atau melakukan dengan semacam partner pendukung dibantu  modal ventura," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (4/12).

Saat ini, ia mengaku tengah melakukan kajian mendalam soal rencana tersebut. Untuk mencari pendanaan melalui pasar modal, ada beberapa persyaratan yang harus dilalui oleh UKM. Jika akan melalui cara pencatatan saham perdana atau IPO, UKM harus berstatus perusahaan terbatas (PT). Syarat tersebut terkait dengan penerbitan saham.

"Untuk bentuk lain apakah ia masuk dulu ke papan persiapan kemudian dia dibantu disiapkan oleh modal ventura, tapi begitu masuk listing ke bursa mereka harus PT," jelasnya.

Adapun untuk melakukan IPO, menurutnya, perlu ada peraturan pencatatan (listing) khusus bagi UKM. Jika tidak aktif di secondary market dinilai tidak akan menarik di pasar. "Tentu harus ada kemudahan. Tidak bisa sesuai dengan perusahaan besar karena mungkin tidak mampu. Karenanya mungkin harus ada pengecualian," tutur dia.

Nurhaida mengatakan pihaknya masih mengkaji apakah transaksi saham UKM akan menarik bagi pasar. Untuk melakukan rencana ini, OJK masih meminta masukan dari pasar.

Menurut Nurhaida, OJK sedang melihat kemungkinan membuat papan khusus bagi UKM di bursa. "Kalau untuk bersaing dengan yang lain nggak pas berarti kita butuh membuat market maker. Kita buat lagi aturannya," ungkapnya.

Market maker dinilai penting demi menjaga likuiditas transaksi saham UKM nantinya. Jika UKM pada akhirnya masuk ke pasar modal, tetapi tak ada yang berminat atas sahamnya ini akan membuat pasar menjadi tidak bergerak.

"Kalau misal UKM masuk pasar modal tapi  ada yang berminat beli karena jumlah kecil atau jumlah yang diterbitkan kecil, ini menjadi tidak likuid. Ini juga akhirnya yang membuat tidak bermanfaat bagi UKM-nya sendiri," papar Nurhaida.

Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio mengatakan, pihaknya sudah mulai memberikan kemudahan bagi perusahaan yang akan melantai di bursa. Saat ini, cukup dengan aset Rp 5 miliar, perusahaan sudah bisa melakukan pencatatan saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Sekarang prinsipnya Rp 5 miliar sudah bisa go public. Kami sudah ada dua papan, papan pengembangan dan papan utama, screen-nya satu," katanya.

Tito mengungkapkan, hingga kini sedang bekerja sama dengan Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) untuk mengatur sistem akutansinya. Otoritas bursa juga tengah memikirkan peraturan demi melancarkan likuiditas pasar nantinya. Hal ini karena, dibutuhkan likuiditas yang tinggi jika nanti UKM akan terdaftar di bursa.

"Kalau perusahaan belum besar yang diperlukan likuiditasnya, di mana itu yang orang lihat kalau mau dibeli. Itu yang sedang kami pikirkan peraturan untuk melancarkan likuiditasnya," ucap Tito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement