REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak dunia yang turun sejak akhir tahun lalu dan belum membaik hingga kini membuat penerimaan negara dari sektor migas ikut merosot.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan, penerimaan negara dari sektor migas tahun ini diperkirakan hanya mencapai 13,22 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 182,6 triliun.
Angka ini menunjukkan hanya 88,2 persen dari target penerimaan negara sektor yang tercapai. Tadinya, penerimaan negara dari migas ditarget menyentuh angka 14,99 miliar dolar AS.
"Jadi tahun ini enggak bagus (penerimaan negara)," jelas Amien usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (30/11).
Amien melanjutkan, selain harga minyak dunia yang belum membaik, alasan lainnya adalah tertundanya operasi lapangan minyak dan gas bumi di Banyu Urip, Cepu.
Selain itu, Amien menambahkan proyeksi pengembalian biaya operasi (cost recovery) pada tahun ini diperkirakan sebesar 14,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 195,1 triliun.
Amien menuturkan, alokasi biaya terbesar dalam pengembalian biaya operasi adalah untuk mendukung aktivitas operasi. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata lebih dari 50 persen pengembalian biaya operasi dialokasikan untuk mengganti biaya produksi.
Amien mengatakan, pada tahun ini saja diperkirakan 52 persen dari pengembalian biaya operasi atau sekitar 7,332 miliar dolar AS digunakan untuk mengganti biaya produksi para kontraktor. Alokasi selanjutnya untuk biaya eksplorasi dan pengembangan di mana rata-ratanya antara 20 persen hingga 30 persen.
"Alokasi untuk exploration and development tahun ini mencapai 24 persen. Terbesar kedua setelah biaya produksi," ujar Amien.
Alokasi selanjutnya untuk depresiasi sebesar 20 persen, biaya administasi sebesar 8 persen, investment credit sebesar 3 persen, dan unrecovered cost sebesasr minus 7 persen.