REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia berencana memperpanjang kontrak, padahal kontrak baru bisa diperpanjang pada 2019. Menurut mantan dirjen ESDM Simon F Sembiring, hal ini tidak bisa dilakukan oleh Freeport maupun pemerintah.
"Pemerintah harusnya langsung saja bilang tidak bisa, selesai, tidak perlu penjelasan yang panjang-panjang," ujarnya di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (21/11).
Menurut dia, Freeport yang mengajukan perpanjang kontrak lebih dini ini sudah salah, melanggar UUD 1945 Pasal 33. Kontrak Freeport menurut Simon selesai pada 2021 maka kontrak baru bisa diperpanjang dua tahun sebelum masa kontrak habis.
Alasan kedua menurut dia, jika pun ingin melakukan perpanjangan kontrak maka Freeport harus lebih dulu mengamandemen kontrak karyanya sesuai dengan UUD. Di mana 51 persen sahamnya harus diberikan pada pemerintah.
"Maka kalau Freeport mau perpanjang kontrak, jangan mimpi lu," ujarnya lagi.
Simon melanjutkan, perusahaan Newmont saja bisa memberikan sahamnya 51 persen untuk pemerintah. Maka kenapa Freeport justru mendapatkan hak istimewa dengan hanya memberikan sahamnya sebesar 30 persen.
"Jangan malah terbalik, kita (pemerintah) yang justru tunduk pada Freeport, Freeport lah yang harusnya tunduk pada undang-undang," katanya.
Ibarat air, menurut Simon, Freeport hanyalah air dalam sebuah ember dan Indonesia adalah lautan air itu. Maka menurut dia, Indonesia justru jangan merasa takut.
"Jadi jangan kita takut-takutlah, mari kita bicara fakta, tetapi dia harus bisa mengerti jika kita melaksanakan pasal ini," ucapnya.