Senin 16 Nov 2015 21:14 WIB

Beras Impor Bukti Kegagalan Bulog Serap Beras Petani

Rep: sonia fitri/ Red: Taufik Rachman
Impor beras (ilustrasi)
Impor beras (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memandang realisasi impor beras yang baru saja dilakukan pemerintah sebagai bukti kegagalan Badan Urusan Logitisk (Bulog) dalam menyerap produksi beras nasional. Jika mekanisme kinerja tersebut dibiarkan, sebesar apapun produksi beras nasional, pada akhirnya hanya akan membebani petani dan menguntungkan tengkulak.

"Penyebab utama kegagalan karena faktor internal pemerintah sendiri, gagal menyerap produksi petani sehingga menyebabkan cadangan beras nasional menipis, jalan paling singkat tentu saja dengan melegalisasi impor," kata Anggota Komisi Pangan DPR RI Rofi Munawar dalam keterangan pers, Senin, (16/11).

Faktor eksternal, lanjut dia, semisal El-nino, kekeringan, besarnya alokasi beras ke bencana alam, dan operasi pasar seakan dijadikan alat rasionalisasi efektif terkait kebijakan importasi beras yang dilakukan pemerintah.

Ia lantas menyinggung sejumlah bantahan dari berbagai pejabat soal impor beras yang kemudian terpatahkan dengan terealisasinya impor beras. Beras asal Vietnam bahkan sudah mulai masuk ke Jakarta dan daerah-daerah lainnya.

Pada hari Rabu (4/11), sebanyak 4.800 ton beras asal Vietnam tiba di Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Kemudian dilanjut pada Ahad (8/11) Bulog Merauke berencana mendatangkan beras impor dari Vietnam karena persediaan menipis akibat petani yang tidak mampu memenuhi kebutuhan.

Pemerintah, kata dia, dengan kebijakan impor beras seakan-akan sedang menyalahkan petani Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan beras nasional. Padahal kelemahan tersebut diakibatkan rendahnya serapan dan lemahnya redistribusi beras lokal oleh Perum Bulog.

Selain itu manajemen produksi dan stok beras nasional juga lemah, seharusnya daerah yang surplus beras kelebihan produksinya didistribusikan ke daerah yang kurang. "Kebijakan impor menunjukan pemerintah malas untuk menghimpun, menyeleksi dan mendistribusi beras nasional, karena lebih mudah dan murah melakukan impor beras dari Vietnam," ujarnya.

Menurut dia, seharusnya impor bisa dicegah mengingat pemerintah memiliki bekal peta sentra produksi beras nasional serta data produksi. Dari situ dapat dipetakan bagaimana kondisi kebutuhan di masing-masing daerah. Sekiranya berlebih segera lakukan redistribusi kepada daerah yang gagal panen atau kurang baik hasilnya. Usaha jangka pendek tersebut bisa dilakukan sembari dalam jangka panjang mengembalikan pola konsumsi dengan program diversifikasi pangan nasional.

Prediksi el-nino sudah diketahui jauh-jauh hari, begitupun dengan potensi kekeringan. "Seharusnya ada alternatif solusi yang sudah disiapakan oleh pemerintah untuk menjaga produksi beras nasional," lanjutnya. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain peningkatan produktivitas padi sawah dan padi gogo, peningkatan intensitas tanam baik pada sawah irigasi maupun tadah hujan.

Perlu juga diseriusi peningkatan pemanfaatan lahan yang tidak produktif, peremajaan sumber daya pertanian dan penanganan pascapanen secara tepat guna menekan kehilangan hasil serta meningkatkan rendemen beras. "Koordinasi dan interaksi dari para pemangku kepentingan mulai dari tingkat pusat sampai kecamatan harus ditingkatkan, utamanya antara lembaga teknis, litbang, dan penyuluhan pertanian," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement