REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersikeras melanjutkan rencana bergabung ke dalam Trans-Pacific Partnership (TPP) atau Kemitraan Trans-Pasifik. Pemerintah tidak ingin Indonesia kalah dengan negara Asean lainnya seperti Vietnam dan Malaysia.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan, Indonesia belum cukup agresif dalam meningkatkan kerja sama perdagangan. Berbeda dengan Vietnam dan Malaysia yang sangat aktif dan bahkan sudah lebih dulu bergabung dengan TPP.
"Dengan sudah bergabungnya negara Asean seperti Vietnam dan Malaysia, maka investor akan lebih melirik mereka ketimbang Indonesia," kata Rizal saat menghadiri diskusi TPP di kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Rabu (11/11).
Dia mencontohkan, investor akan melihat bahwa potensi pangsa ekspor dengan mendirikan pabrik di Vietnam akan lebih besar. Sebab, di dalam TPP telah bergabung 11 negara lainnya seperti amerika Serikat, Kanada, Cile, Peru, Australia, Jepang dan Selandia Baru. Artinya, Vietnam memiliki kemudahan dan harga produk ekspornya akan lebih murah karena ada pemangkasan tarif bea masuk di suatu negara.
Sementara Indonesia, kata dia, yang dilihat hanya potensi 250 juta penduduk domestik serta potensi pasar sebanyak 625 juta orang di Asean melalui Masyarakat Ekonomi Asean.
"Pangsa ekspor kita akan kalah besar dengan Vietnam. Investor kan ingin agar produknya semakin mudah dipasarkan ke negara-negara lain," ujar dia.
Selain itu, Indonesia harus serius melanjutkan rencana bergabung dengna TPP karena produk-produk Indonesia memiliki kemiripan dengan Vietnam dan Malaysia. Jika tidak bergabung, maka daya saing produk Indonesia utamanya dari sisi harga akan kalah dibanding produk Vietnam dan Malaysia.
"Jadi, Indonesia akan rugi dan semakin tertinggal kalau tidak bergabung dengan TPP," ujarnya.