Rabu 28 Oct 2015 05:20 WIB

Lewat Jokowi, Microsoft Berusaha Monopoli Pasar Indonesia

Microsoft
Foto: Reuters
Microsoft

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Amerika Serikat (AS), beredar di media sosial mengenai sejumlah poin kerja sama Pemerintah Indonesia dengan perusahaan peranti lunak asal AS, Microsoft.

Dokumen berisi poin kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Microsoft, seperti yang tersebar di media sosial itu, dinilai pengamat IT Firdaus Cahyadi, bisa saja berdampak buruk bagi pengguna internet di Indonesia.

“Salah satu poin kerja sama itu adalah penggunaan peranti lunak komputer dari Microsoft kepada pendidik dan siswa di Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan SatuDunia ini dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (28/10).

Menurutnya, Microsoft berpotensi memonopoli pasar di Indonesia. Sejak dari sekolah, lanjut Firdaus, seorang murid dibiasakan menggunakan peranti lunak dari Microsoft.

“Setelah lulus sekolah dan bekerja mereka pun enggan untuk beralih ke peranti lunak lainnya. Padahal ada peranti lunak Open Source (OS) yang bisa digunakan secara gratis.” tutur Firdaus.

 

Harusnya, kata Firdaus, pemerintah lebih memilih menggunakan peranti lunak OS di sekolah-sekolah dan instansi pemerintah daripada peranti lunak yang berbayar.  “Jika dokumen yang beredar di media sosial itu benar maka, perlu dipertanyakan mengapa pemerintah justru memilih bekerja sama dengan Microsoft untuk penggunaan peranti lunak berbayar?,” ujarnya.

Oleh karena itu, Firdaus meminta pemerintah berlaku transparan soal kerja sama dengan Micorosoft ini. Pemerintah, tambah dia, harus menjelaskan mengapa dalam kerja sama tersebut pemerintah lebih memilih mengkondisikan siswa dan guru di sekolah menggunakan peranti lunak berbayar daripada OS.

Apalagi, ungkap Firdaus, pengguna Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia semakin meningkat. "Jangan sampai kondisi ini dimanfaatkan oleh segelintir perusahaan untuk memonopoli pasar, karenanya dokumen kerja sama antara pemerintah dan Microsoft harus dibuka ke publik dan biarkan publik mengkritisinya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement