Senin 26 Oct 2015 14:03 WIB

Ditjen Pajak Andalkan Revaluasi Aset BUMN

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Nidia Zuraya
Penerimaan pajak
Foto: Bismo/Republika
Penerimaan pajak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berharap rencana revaluasi aset badan usaha milik negara (BUMN) bisa direalisasikan secepatnya. Revaluasi aset akan sangat membantu kinerja penerimaan pajak pada tahun ini. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, pemotongan tarif pajak revaluasi aset memang menjadi salah satu upaya DJP menggenjot penerimaan pajak. "Tujuannya memang untuk mendorong penerimaan pada tahun ini dan tahun depan," kata Mekar kepada Republika, Senin (26/10). 

Meski begitu, Ditjen Pajak belum menghitung secara pasti berapa besar potensi penerimaan dari revaluasi aset. DJP tidak bisa menghitung potensi karena tidak tahu berapa nilai aset BUMN setelah revaluasi. Selain itu, belum diketahui juga berapa banyak BUMN yang mengajukan revaluasi pada tahun ini. "Tapi kami yakin penerimaan dari revaluasi aset akan besar," ujar Mekar. 

Revaluasi aset memang bisa menambah penerimaan negara yang saat ini masih jauh dari target. Maklum, kalau satu BUMN saja memiliki aset senilai Rp 10 triliun, maka tambahan penerimaan pajak yang bisa didapat dengan tarif tiga persen adalah Rp 300 miliar. 

BUMN selama ini keberatan melakukan revaluasi aset dikenakan pajak cukup tinggi, yakni 10 persen. Karena itulah, melalui paket kebijakan tahap V, pemerintah memberikan diskon pajak. 

Dijelaskan Mekar, apabila ada BUMN yang mengajukan revaluasi pada tahun ini hanya dikenakan tarif tiga persen. Kemudian secara berjenjang naik menjadi empat persen pada semester I 2016 dan enam persen pada semester dua 2016. "Kalau diajukan pada 2017, tarifnya akan kembali normal menjadi 10 persen," ucap Mekar. 

Penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2015 memang masih jauh dari target. Berdasarkan laporan DJP, penerimaan pajak baru mencapai Rp 598,270 triliun atau 46,22 persen dari target Rp 1.294,2 triliun. Angka tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan pada periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 604,7 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement