REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluncuran paket kebijakan ekonomi jilid V yang diluncurkan pemerintah dinilai masih berorientasi pada pemihakan korporasi besar. Memang pemerintah menerbitkan paket tersebut demi mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan menstimulasi sektor-sektor ekonomi yang dianggap potensial.
Namun Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah menilai paket kebijakan harus tetap dicermati secara seksama guna mendongkrak kegiatan ekonomi. "Bukan saja aspek pertumbuhan ekonomi yang harus diutamakan, tapi juga aspek kesejahteraan ekonomi secara agregat," ujar Wakil Ketua Bidang Kajian Ekonomi MEK Mukhaer Pakkanna dalam siaran pers, Sabtu (24/10).
Hal ini yang seharunya menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam melakukan kebijakan ekonomi. Dalam paket kali ini, lagi-lagi usaha mikro dan informal dianggap 'anak tiri' dan dinilai tidak mampu menggerakkan ekonomi.
Padahal dalam program Nawacita, Presiden Jokowi jelas-jelas menyebutkan bahwa pemerintah harus selalu melindungi segenap bangsa. Usaha mikro dan informal tampaknya belum dianggap pantas untuk dilindungi. "Mungkin dianggap karena kontribusinya sangat kecil dalam mendongkrak ekonomi negara," ucapnya.
Ironisnya lagi, peran kredit usaha rakyat (KUR) yang selama ini dielu-elukan oleh pemerintah, terutama dalam pemihakan ekonomi rakyat, tampaknya banyak kegagalan. Bank BUMN yang selama ini sebagai bank pelaksana penyaluran KUR, menghadapi dilema.
Bahkan bank BUMN sudah mulai menghindar untuk diminta menyalurkan KUR. KUR dianggapnya non performing loan (NPL)nya sangat tinggi sehingga tidak bankable.