REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Indonesia yang melakukan investasi di Real Estate Investment trust (Reit) di negara asing utamanya di Singapura mencapai Rp 30 triliun. Dana jumbo tersebut berusaha ditarik pemerintah Indonesia dengan produk Kontrak Instrumen Kolektif Dana Investasi Real Estate (KIK Dire).
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad mengatakan, dana real estate di luar negeri mencapai Rp 30 triliun. Padahal, KIK Dire sudah ada sejak 2007 namun, tidak berkembang karena masalah pajak.
Menurut Muliaman, dengan ditarik ke Indonesia pembiayaan menjadi lebih besar untuk mendorong infrastruktur dan properti.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pajak berganda untuk instrumen keuangan yang berbentuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate dihilangkan. Ketika melakukan transaksi ini ada perusahaan yang dibuat dengan tujuan khusus yang tidak benar-benar melakukan transaksi hanya untuk menampung aset-aset yang dijadikan bahan untuk melakukan investasi tersebut.
Maka, pada masa lalu, baik perusahaan yang dibuat dengan maksud khusus maupun transaksi riil dua-duanya kena pajak. Tetapi, dengan peraturan menteri keuangan yang akan segera dikeluarkan pekan depan pajak berganda dihilangkan. Artinya, terhitung pajaknya cukup sekali. Maka, KIK Dire dianggap satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perusahaan tadi yang dibentuknya. Dengan demikian, tidak ada pengenaan pph atas dividen dari special propose company kepada KIK Dire.
Dia melanjutkan, apabila ada penjualan underlying asset berupa tanah dan bangunan kepada KIK Dire melalui special propose company tidak dikenai pph final pasal 4 ayat 2 dari UU PPh dan diberikan pengembalian pendahuluan apabila ada kelebihan PPN kepada perusahaan khusus.
Dia berharap, dengan adanya fasilitas ini instrumen KIK Dire bisa muncul di pasar modal Indonesia dan bisa menarik Reit yang selama ini dilakukan oleh perusahaan Indonesia di luar negeri ke dalam negeri.