REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mencabut subsidi bagi 20 juta rumah tangga pelanggan listrik per 1 Januari 2016. Selain bertujuan agar penyaluran subsidi listrik tepat sasaran, hal tersebut merupakan dampak dari pengurangan anggaran subsidi listrik dari Rp 66 triliun di 2015 menjadi Rp 38,39 triliun di 2016. Ketetapan tersebut berdasarkan hasil rapat panitia kerja dengan DPR RI pada 30 September 2015 lalu.
"Telah diputuskan, untuk 2016 pelanggan yang disubsidi sebanyak 24,7 juta rumah tangga, berkurang dari jumlah yang disubsidi di 2015 sebanyak 45 juta rumah tangga," kata Kepala Divisi Niaga PT PLN Benny Marbun di Jakarta, Rabu (21/10).
Pengurangan tersebut juga atas pertimbangan, jumlah penduduk miskin dan rentan miskin hanya ada 15,5 juta rumah tangga versi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Jadi, lanjut dia, telah terjadi penyaluran subsidi salah sasaran yang seharusnya bisa diperbaiki di 2016.
Kondisi penyaluran listrik salah sasaran, lanjut dia, disebabkan PLN selama ini tidak mempertimbangkan status ekonomi pelanggan. Ketika ada masyarakat yang ingin memasang daya listrik untuk penerangan rumahnya di kategori R1 (sambungan 450 VA) dan R2 (900 VA), pelanggan tersebut otomatis mendapatkan subsidi. "Kita tidak melihat apakah mereka miskin atau tidak," katanya.
PLN pun tengah mempersiapkan diri jelang pelaksanaan pencabutan subsidi untuk sebagian pelanggan di 1 Januari 2016. Persiapan itu di antaranya menyesuaikan data pelanggan dengan data yang dimiliki TNP2K. Mekanismenya sedang dibicarakan tapi per 1 Januari 2016, rumah tangga yang dinyatakan tidak layak subsidi otomatis tidak dapat subsidi.
Ketika pelanggan yang dicabut subsidinya menginginkan tambah daya menjadi 1.300 VA, PLN siap memprosesnya dengan menggratiskan biaya tambah daya. Bagi pelanggan pascabayar, pelanggan hanya membayar uang jaminan langganan.