REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengatakan, pengembangan bisnis di sektor perikanan membutuhkan pembiayaan yang memadai. Pasalnya, penangkapan dan budidaya ikan di Indonesia memiliki peluang yang besar, serta berpotensi untuk dikembangkan.
"Kita membutuhkan dana sekitar Rp 80 triliun untuk 100 hektare aqua culture atau budidaya ikan," ujar Yugi di Jakarta, Selasa (20/10).
Yugi menjelaskan, pembiayaan budidaya perikanan ini telah menjadi wacana Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun implementasinya masih sulit. Selama ini, pembiayaan baru bisa diakses untuk perusahaaan yang besar saja, sedangkan bagi perusahaan menengah dan kecil masih sulit.
"Kalau pemerintah dukung program perikanan dan kelautan, mesti fokus pada pembiayaan," kata Yugi.
Menurut Yugi, dana Rp 80 triliun untuk budidaya perikanan tidak terlalu besar, karena nantinya lahan bisa bagi hasil. Pengeluaran dana tersebut akan lebih banyak digunakan untuk membeli bibit dan pakan.
Bisnis budidaya ikan dinilai Yugi lebih prospektif di masa depan ketimbang penangkapan ikan. Apalagi, Indonesia memiliki andalan untuk budidaya udang, ikan krapu, ikan bawal, dan rumput laut.
Yugi mencontohkan, ekspor ikan kerapu dalam keadaan hidup memiliki harga jual sekitar Rp 130 ribu per kilogram (kg), sedangkan dalam keadaan mati harganya lebih rendah, yakni sekitar Rp 30 ribu per kg.
Pangsa pasar ekspor ikan kerapu yang paling besar yakni ke Cina, Taiwan, dan Hong Kong. Sedangkan ekspor udang hampir ke seluruh dunia. "Kerapu itu bagi orang Cina daratan merupakan makanan mewah, tapi harus hidup," katya Yugi.