REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan pasar modal syariah di Indonesia dinilai masih prospektif kendati belum diiringi perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam seminar mengenai pasar modal syariah, Presiden Direktur Karim Consulting Adiwarman Karim menilai kinerja Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII) lebih berkualitas. Sebab kedua indeks ini tidak memasukkan perusahaan yang berkaitan dengan rokok, minuman beralkohol, ponografi, riba dan memiliki unsur spekulasi.
Meski begitu, pangsa pasar produk pasar modal syariah masih kecul. Dari segi 86 produk reksa dana syariah, pangsa pasar reksa dana syariah baru 9,13 persen sementara nilai aktiva bersih (NAB) baru 4,13 persen.
''Prospek pasar modal syariah masih oke, karena berkaitan dengan sektor riil. Saat ekonomi naik, syariah naik, pun sebaliknya. Tapi begitu ekonomi membaik, aset syariah kembali besar,'' ungkap Adiwarman, Senin (19/10).
Karena tipe investor pasar modal syariah berbeda-beda, manajer aset tidak bisa hanya menggunakan pendekatan halal haram untuk mendorong peningkatan jumlah investor.
Dari 86 produk yang ada, kata Adiwarman, ada yang bagus, ada yang biasa saja, bahkan ada juga yang tidak bagus. ''Investor jangan pilih sekadar syariah, lihat juga kinerjanya,'' kata dia.
Banyak manajer aset asing yang melihar potensi pasar Indonesia. Apalagi setelah mencatatkan sukuk senilai enam miliar dolar AS di Bursa Nasdaq Dubai dan 20 persen utang negara dari sumber syariah, reputasi pasar modal Indonesia kian naik.
''Konsumsi dan suplai kreatif Indonesia luar biasa besar. Indonesia kiblat dunia buat gaya busana Muslim, makanan halal, hiburan dan pariwisata halal, juga perbankan ritel syariah,'' tutur Adiwarman.
selain itu, ungkap Adiwarman, nasabah keuangan syariah Indonesia pada Agustus 2014 mencapai sekitar 38,1 juta nasabah.