Senin 12 Oct 2015 17:31 WIB

Gapprindo Minta Pemerintah Realistis Soal Target Hasil Tembakau

  Seorang warga menjemur tembakau di Desa Ngerong, Kab. Magetan, Jatim.
Seorang warga menjemur tembakau di Desa Ngerong, Kab. Magetan, Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Belum tercapainya target hasil tembakau (HT) pada kuartal ketiga tahun ini merupakan indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya produksi rokok. Kondisi ini diumumkan oleh Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapprindo) Hasan Aoini Aziz.

Menurut Hasan, pada kuartal ketiga tahun ini produksi rokok minus sebesar 4,78 persen dibanding tahun lalu. Kalau dilihat dalam satu tahun, kata Hasan, tren produksi rokok menurun sebesar 0,29 persen.

Tren ini menunjukkan daya beli masyarakat pun tengah mengalami penurunan. Ada yang mengurangi rokok dan ada pula yang memilih rokok dengan harga lebih murah.

Melihat kondisi ini, Hasan meminta pemerintah melihat realisasi yang ada saat mematok kenaikan cukai rokok. Mengenai usulan target cukai sebesar Rp 139 triliun untuk tahun 2016, Hasan menilai angka itu masih terlalu tinggi karena artinya kenaikan mencapai 18 persen.

"Artinya, dengan kenaikan itu asumsi tarif masih di atas 20 persen. Dengan begitu daya beli masyarakat pun akan terganggu," kata Hasan dalam keterangannya, Senin (12/10). Untuk itu, ia mengusulkan kenaikan realistis maksimal sekitar enam persen atau Rp 127 triliun untuk tahun 2016.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku keberatan dengan kenaikan cukai rokok tersebut. Pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini mengkhawatirkan pabrik rokok akan gulung tikar.

"Kalau saya tidak perlu naik, atau sama dengan inflasi. Inflasi Jawa Timur sampai Agustus 2015 hanya sebesar 2,11 persen. Karena situasi seperti ini lalu dinaikkan, pabrik rokok akan gulung tikar, lalu terjadi PHK," kata Soekarwo.

Soekarwo menambahkan kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan cukai negara dari 2010 hingga 2014 tercatat rata-rata di atas 50 persen. Pada 2014 dari target penerimaan cukai nasional sebesar Rp112,75 triliun, Jawa Timur menyumbang Rp 67,6 triliun atau 60 persen dari total target.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (8/10), Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengakui adanya target cukai hasil tembakau (HT) yang tidak sesuai dengan realisasi tahun 2015.

Tercatat, realisasi penerimaan cukai sampai 6 Oktober 2015 baru mencapai Rp 89,89 triliun, yang seharusnya Rp 111,6 triliun. Terdiri dari cukai hasil tembakau Rp 86,5 triliun, ethil alkohol Rp 111,9 miliar‎, minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) Rp 3,1 triliun dan pendapatan cukai lainnya Rp 96 miliar.

Artinya, realisasi cukai hasil tembakau baru mencapai 62,23 persen. Menurut Heru, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti, kenaikan tarif cukai rata-rata 8,72 persen, rendahnya produksi rokok dengan realisasi per September 2015 turun 4,3 persen, pemberlakuan kawasan tanpa rokok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement