Senin 12 Oct 2015 16:21 WIB

Tekstil Impor Ilegal Makin Marak di Indonesia

Pengunjung melihat produk-produk tekstil.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pengunjung melihat produk-produk tekstil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengeluhkan maraknya tekstil impor ilegal yang membanjiri pasar domestik, dan mematikan industri tekstil dalam negeri. Menurut Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional API EG Ismy tekstil impor ilegal itu telah mematikan daya beli konsumen yang saat ini memang sedang turun.

"Sekarang ini banyak sekali barang impor masuk. Terakhir saya hitung peredaran barang impor ilegal itu sampai Rp 29 triliun," ucapnya dalam dialog investasi di Jakarta, Senin (12/10).

Tekstil impor ilegal yang masuk itu, lanjut Ismy, telah menutup pasar yang seharusnya diisi oleh industri kecil dan menengah lokal. Menurut dia, meski pemerintah sudah membuat kebijakan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri, penanganan hukum terkait penyelundupan barang impor masih belum maksimal.

"Itu yang mesti dibenahi pemerintah. Pasar domestik harus dijaga. Kalau tidak laku di sini, mau ngapain," tukasnya.

Ismy menambahkan, hingga saat ini pihaknya telah menerima laporan dari 18 perusahaan yang mengaku telah berhenti operasi. "Ada satu yang jelas mengatakan tutup," ujarnya.

API menilai, selain melemahnya daya beli konsumen dan maraknya peredaran tekstil impor ilegal, masih ada sejumlah masalah yang membuat industri tekstil terganggu. Hal itu di antaranya tarif listrik yang mahal, upah pekerja yang kenaikannya tidak bisa diprediksi serta pengadaan bahan baku yang diimpor dari pihak ketiga.

Akibatnya, industri tekstil yang mampu menyerap tenaga kerja itu banyak yang berhenti beroperasi, merumahkan karyawan hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. "Sebelum bulan puasa saja sudah dirumahkan 6.000 orang tenaga kerja karena pesanan kecil. Seharusnya sebelum puasa dan lebaran kan besar," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement