REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekira 40 ribu buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (SP RTMM) menandatangani petisi penolakan kenaikan target cukai rokok 2016 yang terlalu tinggi, yaitu sebesar Rp 140 triliun. Pengiriman petisi dari 40 ribu buruh pabrik rokok ini merupakan salah satu bentuk kekhawatiran mereka atas PHK massal.
"Kalau cukai terus naik, penjualan rokok makin susah, maka produksi akan berkurang dan pabrik otomatis mengurangi pekerjanya. Sekitar 40 ribu orang ini takut. Kalau kondisi terus begini mereka akan kehilangan pekerjaannya," kata Ketua SP RTMM Kabupaten Pasuruan M. Romli saat RDPU dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (7/10).
Petisi tersebut diserahkan oleh Romli kepada Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal di sela-sela RDPU. Alasan petisi menurut Romli mencegah terjadinya PHK massal akibat kenaikan cukai hasil tembakau. Buruh tersebut tak hanya dari Kabupaten Pasuruan saja, tapi juga dari beberapa wilayah di Jawa Timur.
"Di Pasuruan ini ada sembilan pabrik rokok dan itu ada sekitar 15ribu orang kehilangan pekerjaannya. Terakhir nanti itu 750 orang yang kehilangan pekerjaan," tambah Romli menyinggung kekhawatiran buruh.
Romli menambahkan untuk saat ini buruh sudah tidak bekerja full. Sebelumnya, buruh bekerja dari jam enam pagi sampai jam siang, saat ini mereka hanya bekerja sampai jam sepuluh pagi.
Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal berjanji akan menampung aspirasi asosiasi tersebut. "Masukan akan menjadi acuan Kami melihat semuanya harus realistis," katanya. Intinya, sambung Jon, DPR ingin target cukai masuk akal dan bisa dicapai dengan baik.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menambahkan industri tembakau pada perjalanannya tahun ini mendapat beban tambahan. Hariyadi menyebutkan ada tambahan jadi Rp 139,7 triliun naik Rp 19,5 triliun.
"Ini langsung memukul industri ini," kata Hariyadi yang juga menyebut kenaikan cukai rokok tersebut sudah di luar kewajaran. Industri rokok nasional dipastikan tidak akan mampu menanggung pungutan sebesar itu.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti mengaku keberatan dengan kenaikan cukai yang tinggi. Menurut Moefti, penyesuaian itu harus dilihat dari target riil di tahun 2015.
"Di tahun ini, sampai Agustus, target yang tercapai baru Rp70 triliun sampai Rp75 triliun. Bila dihitung sampai akhir tahun paling tidak pencapaian menjadi Rp 120 triliun,” jelasnya yang menyebut angka penerimaan cukai hasil tembakau 2016 yang realistis adalah sebesar Rp 129 triliun.